EVERY
DAY WRITING 09 (14 AGUSTUS 2013)
00:30
Wita
19:30 wita
Selepas adzan Isya, hampir semua
penghuni rumah di gang buntu blok E, tepatnya di kediaman bapak Baskoro Iman,
terlihat ramai dari biasanya. Seperti tahun lalu, saat malam lebaran para
tetangga memilih datang berkumpul, sekedar untuk duduk-duduk dan makan malam. Kegiatan
ini, juga baru tahun kedua dilaksanakan. Tahun-tahun dimana, para tetangga
ingin menghibur keluarga Baskoro dari rasa sedih yang berkepanjangan.
Dari luar keluarga ini, tampak menjadi
keluarga yang utuh dan selalu diliputi oleh rasa bahagia. Namun, jika kita
mengenalnya jauh lebih dalam, sebuah kesedihan yang tertutupi oleh senyuman
tulus para penghuni rumah, dan menutup rapi semua luka dan sedih keluarga ini.
“Allahu
akbar…Allahu akbar…Allahu akbar…
Laa- ilaaha- illallahu wallahu
akbar.
Allahu akbar walillaahil-hamd.”
Gema takbir membahana memecah sepi,
membuat seluruh makhluk bumi bertasbih atas kebesaran Allah. Rasa haru menyusup
masuk ke dalam pori-pori setiap orang yang hadir di rumah Dita. Semuanya seketika
rindu dengan sesuatu, rindu yang tak tertahankan, sehingga airmata tak tertahan
menggantung di pelupuk. Alam-pun juga ikut tertunduk dan menangis, takbiran
selalu mengisahkan sebuah cerita pilu, membawa rasa haru yang terlupa kembali,
serta mengingat masa-masa terindah dalam hidup saat menjalankan ibadah puasa. Masa-masa
di mana semua anggota keluarga terasa lengkap, kehidupan tidak memiliki celah
apapun.
Allahu
akbar kabiiraa walhamdulillaahi katsiiraa,…
Wasubhaanallaahi bukrataw – wa ashillaa.
Laa – ilaaha illallallahu walaa na’budu
illa iyyaahu mukhlishiina lahuddiin walau karihal-
Kaafiruun, walau karihal munafiqun,
walau karihal musyrikun.
Laa – ilaaha – illallahu wahdah,
Sahadaqa wa’dah, wanashara ‘abdah, -
wa – a’azza –jundah, wahazamal –ahzaaba wahdah.
Laa – ilaaha illallahu wallaahu
akbar.
Allaahu akbar walillahil – hamd.
“Paa….Papaaaaaa…” Teriakan Karina dari
dalam rumah memecah kekusyukan para tamu di teras samping. Papa berlari mencari
sumber suara.
“Kenapa Nak?”
“Mama..pingsan.”
“Mamaaaaa….Mamaaaaa… kenapa bisa
pingsan Karin?”
“Tadi, Mama terima telepon. Se…setelah
itu Mama pingsan, Pa”
“PRaaaannkkkkk………..”
“Astagaaaa………….. Allahu Akbaaaar.
Baskooorrrrrrooooooo,” Teriak Nenek dari dapur.
Semua tetangga yang tadinya sedang
asyik duduk-duduk di teras, juga akhirnya berhamburan ke dalam rumah. Kakek yang
baru saja selesai menunaikan shalat Isya di Masjid, ikutan berlari dan
bergabung di kerumunan orang dalam rumah.
“Pak Baskorrooo, cepat ke dapur,”
Teriak Pak Agung tak kalah paniknya dengan orang-orang yang sedang menggotong
Ibu Elena masuk ke kamar.
“Karin, telepon Andi pulang. CEPPAAT”
perintah Papa sesaat sebelum meninggalkan Mama yang sudah tergeletak di atas
tempat tidur.
“Ada apa Pak Agung?”
“Ibu pak Bas, juga pingsan Pak,”
“Subhanallah, Ibuuuuu. Koq bisa sih?”
“Astaga, istriku. Ibu kamu kenapa
Bas?” Kakek juga panik melihat keadaan istrinya terbaring di lantai yang
dipenuhi pecahan piring.
“Subhanallah,” ujar para tetangga
yang melihat kejadian itu.
“Ayo, kita angkat ke ruang TV saja
pak Agung,”
Nenek pingsan, hampir diwaktu bersamaan
dengan pingsannya Mama. Suasana yang hikmad seketika berubah menjadi kepanikan.
Setelah Mama dan Nenek diperiksa oleh Pak Heri, tetangga depan rumah yang
kebetulan tidak mendapatkan giliran jaga di rumah sakit, semua tetangga pamit.
Suasana sunyi yang mencekam,
menyelimuti setiap seluruh penghuni rumah. Mama dan Nenek sudah sadar dari
pingsannya. Mama langsung terisak, menumpahkan tangis yang entah berapa lama
sudah berusaha ditahan. Nenek terdiam membisu, membuat seisi rumah menjadi
bingung. Andi yang di telepon Karina, segera pulang ke rumah. Andi juga ikutan
merasa sedih melihat keadaan Mama dan Nenek.
00:15 wita
Sudah hampir 5 jam Nenek terdiam
membisu, pandangannya kosong. Mama masih juga terisak. Meski airmatanya tidak
lagi mengalir, namun isaknya masih menyisahkan jejak yang membuat sakit
tenggorokan.
“Nenek.. Nek,”
Nenek mencoba mencari suara yang
memanggilnya. Nenek melihat Dita tersenyum dengan sangat manis. Dita
menggunakan baju merah, rok putih. Rambutnya dikuncir, wajahnya sangat
bercahaya. Nenek bukannya ikut tersenyum, kini Nenek malah menitikkan airmata. Kakek
yang melihat Nenek, mencoba membujuk dan mengelus lembut rambut Nenek.
“Kakak.. mau kemana? Inikan sudah
malam?” Ucap Andi saat melihat Dita menggunakan pakaian rapi.
Dita hanya menjawabnya dengan seulas
senyum termanis dibibirnya.
“Kakak mau kemana? Inikan malam
lebaran. Kita kan mau tidur bareng hari ini,” rengek Karina di samping Dita
yang masih berdiri mematung memandangi Nenek.
Mendengar suara ribut-ribut, Mama
memutuskan meninggalkan tempat tidur dan menengok ke ruang TV yang persis
terletak di depan kamar Mama. Mama yang melihat Dita dengan pakaian rapi,
tiba-tiba mengalami de javu, Mama
kembali pingsan. Untung ada Papa yang berdiri di belakang Mama, jadi tubuh Mama
bisa langsung dipeluk.
“Andi.. tolong siapin mobil Nak. Kita
bawa Mama dan Nenek ke rumah sakit saja,” Andi bergegas mengambil kunci mobil
dan berlari ke garasi.
“Karin, siapin baju-baju Mama.
Bapak, ganti baju saja dulu. Ikut kami ke rumah sakit,”
00:30 wita
Mobil CR-V hitam metalik, membelah
dinginnya suasana malam. Dikala semua orang masih sibuk membereskan rumah, keluarga
Baskoro Iman di waktu yang sama, di moment yang juga sama, harus kembali
membelah kebisuan malam, dan menuju ke rumah sakit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar