EVERY
DAY WRITING 06 (6 AGUSTUS 2013)
Nyalon
Yuuuukkk
Setelah kemarin cuaca mendung, karena
awan hitam memeluk erat angkasa, dan tidak ingin menyapa bumi. Akhirnya, hari
ini awan tebal tidak lagi menampakkan dirinya. Langit kembali biru dan terlihat
sebening batu safir.
Rumah di gang buntu Blok E, milik
keluarga Baskoro Iman, juga terlihat berbeda. Hampir seluruh penghuninya
melakukan kegiatan di luar rumah, kecuali Dita yang memilih malas-malasan di
depan TV. Hari ini, memang sudah memasuki cuti bersama menyambut hari
kemenangan. Papa yang biasanya ke kantor, membantu Mama untuk mengecat pagar.
Andi adik bungsunya juga memutuskan tinggal di rumah, untuk kembali menghias
taman di samping rumah. Kalau Karina, karena lebih suka kerjaan di dapur, memutuskan
membantu Mama membuat kue.
“Ditaa… taa….”
“Iya Ma,”
“Ditaa…”
Dita memutuskan menengok Mama ke
dapur. Takutnya Mama tetap teriak memanggil namanya jika tidak melihatnya
muncul di dapur.
“Kenapa Ma?”
“Kamu nonton apa?”
“Film kartun, larva. Kenapa Ma?”
“Oooo… kirain..”
“Kirain apa Ma?”
“Ga apa-apa. Mama Cuma mau tahu
saja,”
“Astaga, Mama. Dita sudah jalan
jauh-jauh dari ruang TV ke dapur. Eh jawabannya Cuma gitu,” Dita manyun melihat
Mamanya, Karina hanya bisa tersenyum geli lihat tingkah kakaknya.
“Jauh-jauh? Memangnya ruang TV ke
dapur jauh ya Karin?”
“Koq Karin dibawa-bawa sih Ma,”
“Lho yang mau bawa kamu siapa? Mama Cuma
Tanya. Jarak ruang TV ke dapur jauh ya?”
“Au ah, Ma. Karin sibuk nih, ngoles
kue,”
“Maaf TA, sudah buat kamu jalan
jauh,” teriak Mama.
Dita hanya bisa menarik nafas
panjang, sambil geleng-geleng.
“Mama kayak ga pernah muda saja,
ganggu mulu lihat orang santai,” Dita ngedumel mendengar terikan Mamanya.
“Memangnya bisa santai-santai ya
kak?” Tanya Andi yang kebetulan lewat dan mendengar dumelan Dita barusan.
“Ga boleh ada yang santai, kecuali
Kakak titik,” Dita memasang muka garang menakut-nakuti Andi.
“Iya deh Kak, ga usah melotot gitu. Kayak
udah mau jadi penari Bali saja,” Sebelum Dita bereaksi Andi sudah kabur.
“Hati harus sabar,” Dita duduk
kembali sambil mengelus dada.
Bunyi Bip Hpnya membuatnya kaget. Tangan
kirinya diperintahkan untuk menggapai HP sementara tangan kanan masih memencet
remote TV memilih siaran yang pas. Icon WeChat muncul diujung layar.
“Siapa ya?”
“Hallloooo Ta, sibuk ga hari ini?”
pesan singkat dari Gisel. Belum sempat dibalas, bunyi Bip sekali lagi berbunyi.
“Dittaaaa, kangen bangeet nih,
ketemuan yuk” kali ini pesan dari Ruri. Dita akhirnya menjadi bersemangat. Pesan
ketiga-pun masuk.
“Non, kita ngumpul di Mall biasa ya,”
Pesan dari Meta menutup semuanya, Dita tidak harus membalas. Ini lantaran, jika
obrolan ditutup sama Meta, planning itu harus jadi. Dita meloncat dan bergegas
ke kamar mandi. Mama jadi bengong melihat Dita yang masuk ke kamar mandi dengan
kecepatan tinggi.
“Hati-hati Ta, tergelincir. Trus benjol
yang sudah sembuh kembali berenkarnasi,” ganggu Mama iseng.
“Mama ngedoain Dita benjol lagi ya?”
jawab Dita asal di kamar mandi.
“Siapa yang doain. Mama Cuma mengingatkan.
Lagian kamu lari kayak maling jemuran yang ketangkap basah,”
“Mana maling jemurannya, Ma?” ujar
Papa celingukan di dapur. Karina jadi bengong melihat keseriusan Papanya.
“Memangnya ada ya Pa? wahh..gawat
tuh, Pa” Mama lari keluar rumah, melihat jemuran yang baru saja diisi tadi
pagi.
“Lho, Mama kamu gimana sih? Orang nanya
malah ditinggal,”
Karina hanya menaikkan kedua
bahunya, tanda tak mengerti dengan apa yang terjadi.
“Papa..Papa… Paaaaaa…”
“Kenapa Ma?”
“Maling jemuran Pa, Maling
jemurannya..”
“Kenapa maling jemurannya?”
“Lap dapur Mama ga ada di jemuran”
jawab Mama sedih.
“Mana ada maling jemuran, Cuma ambil
lap dapur. Apalagi ini sudah mau lebaran? Mama ada-ada saja. Mendingan mereka
ambil kaftan-kaftan Mama tuh,” ujar Papa sambil nunjuk jejeran baju kaftan yang
tadi pagi Mama cuci.
“Enak saja, kalau berani. Mama
cincang-cincang tuh Maling. Trus Mama masukkin ke adonan kue,”
“Lho itu, lap dapurnya dipundak Mama
bukan?”
“Ehhh… iya Pa, trus apa dong yang
diambil Maling?” senyum Mama keki.
“Sudah, terusin manggang kuenya Ma.
Nanti hangus lagi,”
“Astaga…iya, Mama lupa. Gara-gara
Papa sih,”
“Lho…” Papa ikutan bengong deh,
lihat Mama yang lari ke dapur.
Selesai Mandi, Dita mengeringkan
rambut di depan kipas angin diletakkan di ujung dapur.
“Dita, kamu halangin angin ke arah
Karin tuh,” Karin hanya tersenyum.
“Memang kamu mau kena angin ya Dek?”
“Bukan Karinnya yang harus kena
angin Dita,”
“Trus siapa dong?”
“Ya kuenya lah. Koq pura-pura bego
sih,” akhirnya Dita menyingkir dan mengalah.
“Dek, mau ikut kaka ke Mall ga?”
belum sempat dijawab oleh Karin, Mama memotong pembicaraan.
“Temani kakak kamu Rin, nanti dia
pingsan lagi dijalan,” Dita kembali manyun mendengar pernyataan Mamanya.
“Maukan Rin?”
“Iya deh, Ma. Karin ganti baju dulu
ya,”
Tidak sampai sejam, keduanya sudah
memasuki Mall. Udara yang menyejuknya menyambut para pengunjung Mall di siang
yang gerah ini. Dita sudah menghambur duluan, ketika melihat ketiga sohibnya
yang nongkrong di depan salah satu tenan. Karina memilih berjalan terpisah.
“Hai…kangennya,” Dita memeluk erat
ketiga sahabatnya.
“Iya nih, kangen banget” jawab
ketiganya kompak
“Eh Met, Lo kemarin pulang jam
berapa?”
“Pagi Buuu… Lo-nya sih, tidur kayak
kebo bunting”
“Emang ya?? Tega banget sih,” Dita
kembali manyun.
“Ngambek,” olok Ruri
“Ga dewasa,” sambung Gisel
“Minta dibujuk,” Meta ikutan
mengolok. Dita yang manyun Cuma bisa mengangguk. Melihat ekspresi Dita, ketiganya
kemudian terbahak.
“Eh, Ta. Sama siapa ke Mall?” ujar
Gisel.
“Sama Karina,”
“Mana si Karin, Ta? Lama ga ketemu”
potong Ruri.
Dita akhirnya sadar, tadi Ia
langsung menghambur masuk pas lihat ketiga sohibnya. Sampai lupa bawa adek. Sambil
celingukan mencari Karin, akhirnya matanya terhenti melihat rombongan si Reza,
Brain dan kawan-kawan.
“Tuh si Karin,” Teriak Ruri girang
melihat Karina menghampiri.
“Woii..koq malah bengong sih. Ini Karin
sudah ada, Ta. Lihat apa sih?” tegur Meta gemes lihat Dita yang masih natap
sesuatu ga jelas.
“Eh, itu Brian kan,” tunjuk Gisel.
“Mana-mana,” jawab Meta dan Ruri
kompakan.
“Samperin yuk,” ajak Gisel.
“Ayo, Ta. Bukannya Lo ngefans banget
sama si Brian?” tegur Ruri membuyarkan lamunan Dita.
“Ga usah ah, nanti jadinya ga seru,”
Dita berusaha menahan ketiga sohibnya.
“Kalau semakin rame, semakin asyik
kali Ta. Tuh, lagian dia juga bawa si Reza, Iim, dan Si Bam. Lumayan, mereka
kan cakep-cakep dan tajir,” bujuk Gisel meyakinkan Dita. Akhirnya Dita pasrah,
dan hanya bisa mengekor di belakang Geng Lolipop.
“Ayo, Karin,” Dita menarik lengan
adeknya.
“Hai…Brian, lama ga ketemu?” Sapa Gisel
“Wah..tumben geng Lolipop main ke
Mall. Mau cari baju lebaran juga ya, kayak orang-orang yang datang,” goda
Brian.
“Ngga-lah, kitakan Cuma ketemuan,”
ujar Meta cuek.
“OOoooo… ikutan kita-kita yuk,” ajak
Brian
“Mau kemana?” Ruri penasaran dengan
ajakan Brian.
“Ayo..ikut saja. Eh, ada Dita toh.
Pa kabar lama ga ketemu nih? Soalnya lama juga ga ke tempat Reza,”
Dita hanya bisa tersipu-sipu
mendengar sapaan Brian. Biar-pun Dita sudah kehilangan rasa karena Brian
ternyata suka ke salon, tapi tidak bisa dipungkiri Brian memang cakep dan maco.
Pokoknya impian semua perempuan deh.
“Ayo, biar bisa lama kita disana,”
ujar Brian sekali lagi.
“Ayo, Ta. Ikut saja ya,” ajak Reza.
“Yuk..kemana sih?”
“Ikut saja, pasti kalian suka deh”
tambah Brian.
Sampai ke lantai 3, Brian mengambil
jalan dengan berbelok kiri.
“Stop..jangan-jangan kita ke….?”
Ucapan Dita menghentikan langkah semua orang.
“Iya, kita ke salon yuk. Lama nih ga
ke sana,” jawab Brian cuek. Geng Lolipop kecuali Dita, saling memandang tak
percaya. Dita hanya tertunduk mendengar jawaban Brian. Mau pingsan, tapi takut
benjol lagi.
“Yakin ke salon? Lo cowok tercakep
dan terganteng di fakultas Teknik masuk salon?” Gisel bertanya sambil
menyelidik tak percaya.
“Memangnya kenapa, Gisel? Salon itu
buat semua gender koq,”
“Tapi, kayaknya asyik juga tuh,”
ujar Meta menengahi.
“Nyalooonnn Yuuuukkk,” jawab mereka serempak sambil berjalan menuju
salon. Karina hanya tertawa melihat ke-delapan anak kuliahan semester akhir
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar