Rabu, 31 Juli 2013

04..Jatuh Cinta….(PRrreeEEetTT)


EVERY DAY WRITING 04 (1 AGUSTUS 2013)
Jatuh Cinta….(PRrreeEEetTT)

            Setelah kejadian kemarin yang tidak mengenakkan hati. Hari ini, Dita memutuskan untuk mengurungkan niatnya ke salon. Dita lebih memilih untuk berdiam diri di dalam kamarnya, tanpa melakukan apapun. Hanya sesekali duduk, baring lagi, turun ke kamar mandi karena kebelet, trus tidur lagi, mengecek Hp sambil tiduran, bahkan kegiatan-kegiatan kecil, seperti bersihin telinga, ngupil dilakukan Dita sambil berbaring.

            Peristiwa pingsan di depan rumah, menciptakan satu gundukan baru di belakang kepala Dita. Jadinya, selain memang pening kalau lama-lama duduk, akhirnya Dita memilih untuk lebih banyak berbaring hari ini.

            Untungnya, rumah tidak seramai biasanya. Karina dan Andi sudah berangkat sekolah sejak pukul 7. Papa juga akhirnya masuk kerja hari ini. Mama yang biasanya betah di rumah, pagi tadi diajak sama ibu RT untuk ikut kegiatan di kelurahan. Katanya sih, untuk menambah keterampilan sebagai ibu rumah tangga.

            “Lho…Mama mau kemana? Koq sudah OK banget penampilannya, baru juga jam 8 pagi?”

            “Biasa ada urusan” Mama menjawab tanpa melihat ke arah Dita, karena sedang sibuk memoles bibirnya dengan lipstik merah marun.

            “Urusan?? Tumben Ma ada urusan diluar rumah. Biasanya juga Mama milih nongkrongin TV karena ada gossip dan FTV. Kemana sih Ma?”

            “Urusan di kelurahan, diajak sama Ibu RT”

            “Di kelurahan??”

        “Iya, kelurahan. Memangnya Mama ga pantas ya ke kelurahan. Padahal, gaya dan potongan Mama-kan sudah mirip ibu-ibu pejabat daerah, Ta”

            Dita hanya tersenyum, melihat tingkah Mamanya yang centil di depan kaca.

            “Kamu istirahat saja di rumah. Ga usah ke salon dulu. Nanti malah benjol kamu nambah satu lagi,” Mama memberi nasehat sambil senyum-senyum mengingat kejadian heboh kemarin.

            “Memangnya Dita mau kemana Ma, dengan keadaan hancur kayak gini. Ini bukan Cuma hancur tapi bonyok. Ada juga orang bakal terheran-heran lihat cewek semanis dan secantik Dita kayak mobil ringsek habis ketabrak,”

            “Kalau mobil sih bagus Ta, masih bisa masuk bengkel ketok magic. Laaa, kalau muka kamu di masukin bengkel ketok magic, malah tambah benjol, Ta. Ada-ada aja kamu nih kalau ngomong,”

            Dita tidak kuat untuk menangkis pernyataan Mama barusan, karena kalau diterusin, hasilnya malah makin parah dan bisa dipastikan panjang. Dita hanya menjawab dengan anggukan sambil senyum yang sedikit dipaksa.

            “Ibu Elena.. Ibu.. sudah siap belum?”

            “Tuh, Ma. Ibu RT sudah manggil. Cepat gih, kasihan kalau kelamaan nunggu di depan,”

            “Ta, gimana penampilan Mama? Sudah OK-kan?”

            “Iya, sudah OK. Dua jempol deh buat Mama,” Dita sambil mengacungkan kedua jempolnya.

            Mama melambaikan tangan dan berlalu. Tinggallah Dita seorang diri di rumah. Dita menutup pintu, lalu kembali naik ke kerajaannya. Kembali berbaring, dan terlelap.

            Dita terbangun oleh suara berisik Karina dan teman-temannya di ruang makan. Dita hanya mengintip ke bawah, dan memberi isyarat agar sedikit mengurangi volume suara mereka. Karina menjawabnya dengan anggukan.

            “Huuusssstt… kecilin suara kalian dikit dong, kasian kaka Dita sedang sakit. Pasti butuh istirahatkan,”

            “Sakit apa?” Kiki bertanya dengan muka penasaran.

            “Ya..sakit,”

            “Iya..sakitkan pasti ada namanya?”

            “Sakit kepala Kikiiii, sudah kita lanjut lagi ngerjain tugasnya,”

            “Ooo…Sakit kepala, nah, gitukan enak dengarnya,” Karina hanya bisa bengong dengar pernyataan Kiki.

            “Enak dengarnya, ada-ada saja” ujar Karina dalam hati, sambil geleng-geleng.

      Dita yang mendengar samar-samar perbincangan adik perempuannya hanya bisa tersenyum. Akhirnya Dita kembali meraih Handphonenya. Mengecek beberapa pesan yang masuk dan ternyata dari operator provider. Tidak ada pesan yang penting, atau sekedar ajakan kumpul bareng dari geng lollipopnya di kampus.

        Di waktu yang bersamaan, Reza juga membuka handphone. Niat awalnya sih, mau nanyain kabar Dita hari ini. Tapi, Reza cepat-cepat mengurungkan niatnya, takutnya Dita jadi ingat kejadian kemarin. Apalagi Benjol di belakang kepalanya juga hasil ciptaan Reza, karena persoalan salon dan Brian.

            Berbarengan ternyata mereka iseng menyentuh icon WeChat, memilih menu “social” dan kembali menyentuh “Look Around”. Pikiran Dita dan Reza hanya satu, siapa tahu saja bisa dapat gebetan baru.

          “Woow.. siapa nih cowok masang foto Omar Borkan (cowok Arab yang dideportasi karena terlalu cakep) sebagai Display Picture pasti orangnya juga cakep? Tapi, koq jaraknya deket banget sama rumah ini. Siapa ya?”

         Pertanyaan yang sama juga dilontarkan oleh Reza saat melihat foto yang terpasang sebagai DP di WeChat Dita. Foto Astrid Tiar dipilih Dita untuk dipasang di DP WeChat-nya. Ditambah lagi “Tiar Cute” nama yang terpampang disamping foto. Reza berinisiatif untuk mengirimkan pesan perkenalan, kan memang gitu. Kudu cowok yang mulai.

            “Hai..Salam kenal”

            Seperti kesamber petir di siang bolong, tiba-tiba Dita duduk dan senyum-senyum tidak jelas. Belum sempat terbalas, satu pesan lagi di terima Dita.

            “Kamu tinggal di Kompleks Perumahan Permadani Indah juga ya? Di blok berapa?”

            “Wow..agresif juga nih cowok,” Batin Dita

            “Hai..Salam Kenal juga. Iya saya tinggal di kompleks itu juga koq”

            Tidak sampai semenit, satu pesan lagi Dita terima.
            “Koq, saya ga pernah lihat ya? Nama kamu siapa?”

            Dita jadi gelagapan membaca pesan si cowok yang sudah sok kenal, dan sok akrab.

            “Panggil saja Tiar, kalau kamu?” Dita terus saja tersenyum, dan lupa dengan sakit kepala yang menderanya sejak pagi.

            “Ooo Tiar, Hai Tiar. Salam kenal lagi ya. Panggil saja saya Omar, si gandeng dari sunda hehehe”

          “Wah.. pasti gandeng beneran nih, kan orang sunda manis-manis hehe. Lumayan, paling banter bisa nyaingin Brian, cowok maco bin kece tapi nyalon,” Dita terus saja bicara dengan dirinya sendiri. Bunyi “Bip” pada Hp yang membawa Dita keluar dari lamunannya.

            “Tiar..koq ga dibalas sih?”

            “Ehh.. iya Mar, Maaf ya. Kamu tinggal di blok mana?”

            Reza berpikir keras, saat membaca pesan dari teman barunya di WeChat, dan tidak langsung membalas pesan yang baru saja dibacanya.

            “Kalau saya bilang blok E, pasti ketahuan deh, aaahhh ga seru jadinya,” Oceh Reza memberi jawaban pada pesan yang masuk.

            “Omaaarr..Maaarr, koq ga dibalas sih?”

            “Saya tinggal di blok G, kalau kamu?”

            “Di blok E, dekat kan dengan blok G?”

            “Bego banget, koq ngaku sih tinggal di blok E, Aduhhh…..Aaaaoooowwww” tidak sengaja Dita menepuk jidat dan kena benjol yang masih merah merona.

            “Blok E???? dibagian mana?”

            “Mampus deeehhh, kan….. ketahuan deh, apalagi kalau ngaku tinggal di blok E gang Buntu. Pasti ketahuan deeehh,” Dita jadi jingkrak-jingkrak ga karuan, dan mencoba memutar otak untuk ngasih jawaban yang tidak gampang ditebak.

            “Kan ga seru, kalau ketahuannya cepat banget”

            “Tiar, Blok E bagian mana? Saya ada teman di blok E, siapa tahu kamu kenal?”

            “AAaahhh…dia punya teman lagi di Blok E, Adduuuuhhh koq malah tambah ribet sih,” Dita masih belum menemukan jawaban yang pas buat balas pesan Omar alias Reza di WeChat.

            “Hallloooo… koq lama baru balasnya?”

            “Diiitttaaaa….. Mama pulanggg, kamu masih tidur ya?”

            “Untunglah….”

            “Apanya yang untung Ta? Koq Mama ga dibagi-bagi kalau untung?”

            “Ga ada apa-apa koq, Ma. Tadi Dita ngomong sendiri”

            “Astaga.. Dita jadi suka ngomong sendiri. Apa ini karena pengaruh kepalanya yang kebentur ya? Mama harus telepon Papa kalau gini, bisa gawat kalau dibiarkan” Mama bergegas ke kamarnya dan mengambil HP.
            “Maaf ya, saya mau temanin Mama dulu. Sampai jumpa di lain waktu..Omar. Bye” balas Dita mengakhiri perbincangannya dengan teman barunya.

            “Okay Tiar, sampai jumpa. Ini saya kirimkan fotoku. Disimpan ya..”

            “Waahhh… ganteng juga nih cowok, tapi koq ga pernah ketemu ya selama ini,” jawab Dita Senang saat melihat foto yang dikirim Omar. Padahal foto yang dikirim adalah foto sepupu Reza yang tinggal di Bandung, dan sekarang lagi lanjutin kuliah di Amerika. Jadi wajar, kalau Dita tidak pernah lihat cowok itu.

            Hati Dita jadinya berbunga-bunga. Menuruni tangga seakan sedang turun dari surga. Dunia terasa Indah, semua rasa sakit karena benjol hilang entah kemana. Dita terus saja bersenandung lagu Jatuh Cinta milik Titiek Puspa. Mama yang keluar dari kamar mengambil Hp, dibuat semakin panik melihat keadaan anak gadisnya yang semakin aneh, bersenandung, senyam-senyum ga jelas.

            “Tit..tit….tit… Assalamu Alaikum,”

            “Wa alaikum salam, Pa..Papa”

            “Bukan saya bukan Papa, saya Baskoro bu,”

            “Lhoo…tadi yang saya pencet nomor Papa koq. Kenapa bapak yang angkat??” Mama jadi gregetan. Sedangkan Papa sudah tidak bisa nahan tawanya.

            “Ya..sudah. Maaf Pak, mungkin saya yang salah..Tut..tutt..tut..” belum sempat Papa menjawab, telepon sudah ditutup oleh Mama. Papa akhirnya terbahak, mengingat tingkah istri tercintanya.

            “Tit..tit…titt… Assalamu Alaikum,”

            “Lho…koq Bapak lagi yang angkat handphone suami saya?? Bapak Rampok yaa??” Mama semakin ngotot.

            “Hallooo… Ma,”

            “Kenapa Bapak ambil Handphone suami saya? Memangnya suami saya salah apa?” Mama naik pitam.

            “Ma..Maaamaaa…Hallloooo, Maaa…Maaaamaaa, ini Papa, suami kamu tercinta sayang,”

            “Aaahhhh, Papa?? Katanya tadi Pak Baskoro?”

            “Laaahhh, Mama koq lupa nama suami sendiri? Mama..Papa ini namanya Baskoro Iman, Mama Masih ingatkan?”

            “Ooooo iya ya, Pa. Mama koq bisa lupa ya? Hehehe” Mama akhirnya terbahak mendengar jawaban Papa.

            “O iya, Ma. Ada yang penting ingin dibicarain ya, Ma? Papa Mau meeting nih soalnya,”

            “Emang harus ada yang penting ya, baru Mama bisa menelpon Papa” Mama lupa tujuan awal menghubungi Papa.

            “Ya.. nggalah istriku sayang”

            Belum sempat Mama menjawab gombalan Papa, Dita melintas ke ruang nonton sambil berdendang.

            “OOooooooo IIyyaaa Paaa… Gaawwaaaattt…  Gawwaaaaaattt ini Pa,”
            “Gawat kenapa Ma? Apa yang Gawat??” Papa ikutan panik.

            “Si Dita, Pa..Dita anak kita”

            “Iya, Dita anak kita Ma, masa anak tetangga. Dita memangnya kenapa?”

            “Dita jadi rada-rada aneh Pa,”

            “Aneh bagaimana?? Mama kalau ngomong jangan sembarangan ah?”

            “Aneh Papa.. Dita senyam-senyum sendiri, nyanyi-nyanyi lagu jadul, menari-menari,”

            “Yang benar, Ma?”

            “Jangan-jangan karena benturan dikepalanya ya Pa”

            “Waaahhh…gawat tuh, Ma. Ya sudah, Papa meeting dulu, setelah itu kita bawa Dita ke dokter. Siapa tahu otak Dita bergeser?”

            “Otak Bergeser Pa.. memangnya bisa ya??”

            “Adduuhhh Mama, sudah dulu ya. Bos Papa udah nungguin rapat nih. Bentaran aja bahas Otak yang bergeser ya. Assalamu alaikum istriku sayang”

            Mama jadinya bengong dan manyun dengar jawaban Papa. Sedangkan Dita terus saja menari-nari kegirangan.

            Tidak sampai sejam, Papa sudah balik ke rumah. Karena takut ada apa-apa dengan anaknya, akhirnya Papa minta ijin pulang cepat dari kantor.

            “Ma…Maammaa, Mana Dita Ma?”

            “Tuuuhhh Pa, di ruang nonton” Mama menunjuk Dita yang masih menari-nari tidak jelas sejak sejam yang lalu.

            “Iya ya Ma, Anak kita jadi Aneh”

            “Eh Papa sudah balik toh, kan masih jam 3 sore. Tumben baliknya cepat?” Dita mengagetkan Papa dan Mama yang bengong memperhatikan tingkahnya.

            “Dita..kamu baik-baik saja-kan?”

            “Iya..Dita baik-baik saja koq Pa. Memangnya ada yang aneh ya Pa sama Dita?”

            “Tidak koq, Cuma koq kamu nari-nari ga jelas. Trus sejak kapan kamu suka lagu Titiek Puspa?” Tanya Papa menyelidik.

            “Memangnya lagu yang Dita nyanyiin, lagunya Titiek Puspa ya Pa?” Mendengar Jawaban Dita, Papa dan Mama saling pandang-pandangan.

            “Iya, nak”

            “Wah.. Dita ga tahu darimana lagu itu bisa memenuhi rongga kepala ini, alunan musiknya mengalir melalui bibir. Sungguuh Indahhnya Duniaaa ini, Pa, Ma” Sekali lagi Mama dan Papa saling pandang.

            “Anak kita kenapa ya Pa?” Tanya Mama berbisik.

            “Ga tau juga Ma, Gawaat kelihatannya”
           
“Koq pada bisik-bisik sih, ikutan sama Dita nari yuk, dan berdendang lagu Jatuh Cinta – Titiek Puspa,” Keduanya semakin bingung melihat keadaan anaknya.

            “Maaa…Paaa…koq malah bengong sih?”

            Papa dan Mama tersenyum keki.

            “Memangnya kalian ga pernah jatuh cinta ya?”

            “Jatuh cinta?” Mama dan Papa menjawab bersamaan.

            “Iya jatuh cinta, yang berjuta rasanya itulah Ma, Pa”

            “OOoo..kamu jatuh cinta ya, astaga”

            “Aaaoooowwwwwww…” Papa kenapa nepuk kepala Dita.

            “Kirain Otak kamu bergeser akibat terbentur kemarin,” Dita langsung manyun mendengar pernyataan.

            “Ternyata.. Anak Mama jatuh Cinta,”

            “Hahaa.. Mama Kira Dita kenapa memangnya?”

      Jatuh Cinta…(PRrrreEEettttt)” Mama tersenyum geli melihat Papa dan Dita menari-nari.


             

           

           


             




           

           


              



           



Selasa, 30 Juli 2013

03..GuBRAaaakkk…..


EVERY DAY WRITING 03 (31 JULI 2013)
GuBRAaaakkk…..

            Pagi yang cerah, hangatnya sinar matahari seakan ingin memeluk setiap manusia-manusia yang beraktivitas di luar rumah pagi ini. Setelah, kemarin mendung yang menggalaukan hati, hari ini matahari tidak lagi bermuram durga.

            Suasana yang sama terlihat di Kompleks Perumahan Permadani Indah, semua keluarga yang tinggal di kompleks itu, bersemangat dan sudah mulai sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing sejak pagi buta.

            Kecuali rumah kediaman Bapak Baskoro Iman, rumah yang terletak di gang buntu blok E, masih lengang dari kegiatan. Rumah yang dihuni oleh Dita, Ibu, bapaknya, dan kedua adik tercintanya ini, tampak adem-adem saja pagi ini. Tidak sesemangat para tetangga yang memutuskan untuk beraktivitas di luar rumah, ada yang menyapu, jogging, bahkan ada yang hanya duduk-duduk kayak orang bule yang lagi berjemur di pantai.

            “Kriingggggg…..Kriiingggggggggggg…Kriiinngggggg” jam Beker Dita mengagetkan seluruh penghuni rumah.

            Bukannya bangun dan mematikan jam beker yang bunyinya semakin menggila, Dita malah menarik bantal menutupi kepalanya, dan melanjutkan mimpi indahnya yang sempat terputus.

            “Kriiiiiiiiiiinggggggg…Kriiiinggggg….Kriiiiiiiinggg”

            “Ditaaaa…….. matiin jam bekernya, Mama puyeng dengernya”

            “Kriiiiiiiiiiiinggggggg…Kriiiiiiiiiinngggg…Kriiiiiiinggggg”

            “Ditaaa…” suara berat Papa ikutan membangunkan Dita dari ruang tamu.

            “Matiin jam bekernya Ta, nanti Mama kamu uring-uringan tuh. Mogok kerja dan mogok masak lho hari ini,”

      Mendengar kata “mogok” seketika Dita meloncat dan menyambar jam bekernya. Mematikannya dan melempar jam beker ke lantai kamar, lalu kembali terlelap. Dita bukan takut dengan kata “Mogok” tapi kalau Mama yang mogok, semuanya kacau tak terkendali. Tidak ada masakan, tidak boleh ada yang berisik, tidak boleh nonton TV, pokoknya kacau. Seperti kembali di jaman yang tak ada listrik deh. Pernah Mama mogok dua hari berturut-turut, rumah bagaikan ditinggal mudik sama penghuninya.

            “Taaa….. Papa mau berangkat kantor nih?”

            “hmmmmmm…………..”

            “Taaa……Ditaaa….. Papa udah mau berangkat berenan nih, ga main-main,”

             Mendengar kata-kata Papa, Mama jadi ikutan nimbrung.

            “Memangnya Papa pernah ya ke kantor sambil main-main? Emang main-main apa Pa di kantor? Koq Mama baru tahu sekarang. Kenapa ga pernah cerita, padahal kalau permainannya asyik kan Mama mau dong diajak ke kantor,” Mama memasang buka seriusnya, menunggu jawaban Papa, dan menghentikan sejenak kegiatannya.

            Mendengar ocehan istri tercintanya, Papa hanya bisa tersenyum. Senyum semanis yang Papa bisa.

             “Pa..koq ga dijawab? Main-mainnya asyik ga?”

             Tanpa memberi jawaban ke Mama, Papa melanjutkan memanggil Dita di ruang makan, persis di bawah kamar anak sulungnya. Melihat Papa tidak memberi respon atas pertanyaannya, Mama lalu melanjutkan kesibukkannya.

          “Ditaaa… emangnya ga mau ya? Kalau ga mau Papa tanggung Jawab, ya udah deh Papa pergi kantor aja”

           Mendengar kata “tanggung jawab” untuk kali keduanya Dita kembali meloncat, dan tak lupa menyisir rambutnya, sebelum melangkahkan kaki menuruni tangga. Belum sempat bergeser ke arah pintu, kakinya tersandung jam beker yang tadi dilempar seenaknya. Dita jatuh dan kepalanya yang kemarin benjol kembali terbentur.

            “ADDddddddddduuuuuuuuuuuhhhhhhhhh………. AAaoooowwwwwwwwwww”

         “Ta.. kamu baik-baik saja kan nak?” Papa jadi khawatir mendengar teriakan nyaring Dita. Mama yang mendengar teriakan anak gadisnya menghentikan kegiatannya dan berlari ke arah ruang makan.

          “Dita.. kenapa Nak, ada yang mentung kepala kamu lagi ya?” Papa hanya bisa bengong mendengar pertanyaan Mama barusan.

            “Dita ga apa-apa Ma, Pa”

            “Koq kamu teriak tadi? Teriakannya mirip waktu kamu dipentung sama Papa”

            “Husss… Mama bilang apa sih?”

            “Memang benarkan, emangnya Papa sudah lupa dengan kejadian kemarin” Papa hanya bisa tersipu malu.

            “AAAAaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh” sekali lagi teriakan Dita menggegerkan sausana pagi yang cerah.

         Mendengar teriakan Dita, Mama berlari menaiki anak tangga disusul Papa dibelakangnya. Beberapa tetangga yang mendengar teriakan Dita, berlari mengepung rumah paling pojok di blok E itu.

            “Astagaaaaa….. naga…. Kepala kamu Ta, benjolnya jadi beranak gitu”

            “Mamaaaaa….. kepala Dita sakit koq masih digodain sih”

            “Ya Ampun Ta, benjol kamu kenapa nak? Jadi kayak menara pisa?”

            “PAPAaaaa… sakit nih,”

            “Ma..ambil pisau, biar Papa kempesin benjolnya”

            Belum sempat Mama turun, terdengar suara ribut-ribut diluar pagar rumah.

            “Tante Elena….Tannnntteeeee” Teriak Reza anak tetangga samping rumah.

            “Dita..Papa… sabar ya, Mama lihat keadaan diluar dulu,” Papa hanya menjawab dengan anggukan, karena serius melihat keadaan Dita yang masih merintih kesakitan.

            “Eh…Ca.. ada apa? Eh bapak..ibu, koq pada rame ya di depan rumah. Padahalkan, saya lagi ga buat hajatan hari ini,” ujar Mama sambil membukakan pintu pagar.

            “Siapa yang teriak kesakitan tadi tante?” Reza terlihat panik.

            “Siapa bu Elena yang kesakitan?” Tanya ibu RT yang kebetulan ibunya Reza.

            “Ada yang teriak ya? Koq saya ga denger?”

           “Tanteee… teriakannya dari dalam rumah tante koq barusan” Mama Dita masih berusaha berpikir keras mendengar pertanyaan Reza dan beberapa tetangga yang juga ikutan panik.

            “AADDDDDUUUUUUuuuuuuuuuhhhhhhh, Sakit PAAAaaaaaaaaaa”

            “Nah, itu tante..ada yang teriak kesakitan,”

            “Astaga…maaf ibu-ibu, bapak-bapak, saya tinggal dulu. Saya harus cepat-cepat ambilin pisau buat Dita,”

            “Astaga… Dita kenapa Tante”

            “Dita mau bunuh diri ya, bu Elen?”

            “Tante….”

            “Ibu…buuu…Elena”

           Tanpa menjawab rasa penasaran para tetangga, Mama berlari menuju dapur, mengambil pisau dan masuk ke dalam rumah. Para tetangga yang penasaran, ternyata juga ikutan masuk ke dalam rumah.

          Di ruang tamu, sudah ada Papa yang serius membaca mantra setelah diberikan pisau sama Mama. Dita duduk disalah satu sofa dengan wajah yang menahan sakit. Para tetangga berkerumun di belakang Papa. Ada yang menyemangati, ada yang bantu doa sambil berdzikir, ada malah yang mengajarkan Papa doa yang harus dibaca saat menekan pisau di atas benjolan Dita.

          “Pak Baskoro ini doa yang bagus dibaca pak… Bismillahir romanir rahim, Fadamdama Alaihim Rabbuhum, Bisam Ihim Fasauwaha.. Allah dapat meratakan gunung sekalipun. Ayo pak” Pak Agung memberi instruksi.

            “Bismillahir romanir rahim, Fadamdama Alaihim Rabbuhum, Bisam Ihim Fasauwaha,”

            “Aaauuuuuuuuuuuoooowwwwwwwww…Sakiiiiiiittttt Paaaaaaaa,”

            “Sekali lagi Pak,”

            “Bismillahir romanir rahim, Fadamdama Alaihim Rabbuhum, Bisam Ihim Fasauwaha,”

            “AAAaaaauuuuoooowwwwwwwww….AAaaaaaaaaaaaaaaaaa”

            “Sekali lagi Pak, cukupin tiga kali. Biar afdol”

           Baru saja Papa mengangkat Pisau, Dita sudah menghilang dari tempat duduknya. Semua orang yang ada didalam rumah ikutan panik.

         “Ditttaaaa…. Diiittttt…..TTTaaaaaaaaaaaaaaaaa, kamu dimana? Sekali lagi saja, biar kamu sembuh”

         Dita berlari sekuat tenaganya, berlari hingga kakinya lelah untuk diajak melangkah. Ternyata Mama ikut berlari sejak tadi.

            “Ditaaaa….tungguin Mama nak, capek nih,”

        Dita kaget melihat Mamanya yang juga ikut berlari, karena kaki tidak kuat lagi melangkah. Akhirnya keduanya memilih duduk di pos satpam di ujung kompleks.

            “Mama koq ikutan lari sih?”

            “Lah…Dita kenapa lari tadi? Padahal tinggal sekali lagi diolesin pisaukan ke benjolnya sama Papa”

            “Sakiiittt…iitttt…iitttt Mama, kalau ga sakit kenapa Dita harus lari,”

            “Eh ada neng Dita dan Ibu Elena? Tumben pada nongkrong di mari?” sapa Pak Sukri Satpam kompleks.

            “Pak Sukri, Apa kabar pak?” tegur Mama

            “Baik Bu Elena, eh lho…” Pak Sukri celingukan melihat keadaan Dita dan Mama.

            “Kenapa Pak?” Dita dan Mama ikutan celingukan.

            “Ibu dan neng Dita koq kompakan banget ya?”

            “Kompakan?” serempak Dita dan Mama memasang tatapan penuh tanda tanya.

            “Iya, kompakan ga pake alas kaki.. memangnya dari mana dan mau kemana nih?”

            Dita dan Mama hanya tersipu.

            “Eh, neng kenapa tuh jidat? Kayak ada telur asinnya?” Pak Sukri melotot sambil nunjuk benjol Dita yang semakin parah.

            “Kecedot lemari pak, biasa anak muda jaman sekarang….”

            “Iya, biar lemari mau dipacarin pak,” patong Mama sambil tersenyum. Dita jadinya pasang muka sewot deh.

            “lhoo…lhooo..orang-orang blok E, koq pada lari-larian gitu ya? Pak Baskoro juga ikutan.. lhooo… koq pak Baskoro bawa pisau sih? Ada apa ya?”

            Mendengar perkataan pak Sukri, Dita sudah mau kabur lagi, tapi tangannya ditahan sama Mama.

            “Ta.. Mama capek kalau lari lagi,” Akhirnya Dita pasrah.

             “Naahh.. akhirnya ketemu juga,”

            “Sekali lagi ya nak Dita, soalnya bacaannya bakal ampuh dan berhasil kalau dibaca tiga kali,”

            “Iya deeehhhh,”

            “Aaaaaooouuuuwwwwwww….AAAAaaaaaaaa…..Aaaaoouuuwwwwww”

       “Nah, sudah beres deh, ayo ibu-ibu, bapak-bapak, kita pulang,” Pak Agung memberi komando.

            “Ca.. kamu masih mau tinggal ya?”

            “Ga apa-apa kan Pak, kasian Dita. Tuh masih kesakitan gitu”

            Dita diantar pulang sama Reza sahabatnya sejak kecil. Ada Mama dan Papa mengekor di belakang mereka berdua.

            “Pa.. kenapa belum berangkat kerja?”

            “Papa ga kerja hari ini, bagaimana kalau kita ke salon dan makan diluar”

            “Asyyiiikkkkk….”

            “Trus Karina dan Andi Pa? mereka kan masih di sekolah,” mama ingat kedua anaknya yang sedari pagi ninggalin rumah.

            “Eca, boleh ikut juga kan Om”

            “Ahhh… koq kamu mau ikut juga sih Ca, salonkan buat perempuan?” Dita melotot lihat Reza yang ikutan senang mau ke salon.

            “Ya..memangnya salon Cuma buat kaum hawa saja,” jawabnya ngotot.

            “Iya..kan Om?”

            “Ga tau juga ya? Om Cuma mau ikutan ke mall sih, ga mau ke salon. Ngapain juga ke salon, emangnya om cowok apaan” ujar Papa Dita sambil memperagakan gaya alay cowok salon.

            “Yaaaaahhhh… ga jadi deh masuk salon lagi. Padahal, enak Om. Reza sering koq setiap minggu luluran di salon,”

            “LULURAN…Cowok Luluran,” serempak mereka menatap Reza dengan penuh selidik.

           “Pantesan kulit Eca kinclong, muka ga jerawatan, dan alis sangat OK banget buat seorang cowok,” Dita membatin.

            “Teman-teman Eca juga koq, sering ke salon. Termasuk gebetan kamu tuh Ta, sih Brian. Dia kali yang ajarin kita-kita nyalon. Kata dia sih, biar nyalon yang penting ga ngondek ciiiinnnn,”

            “Aaaahhhhhhhhhhhhh Brian, cowok maco bin kece itu, nyalon..” belum selasai pernyataan Dita, tiba-tiba terdengar suara Gubraaakkkkkkkk.

          Dita syok mendengar pernyataan Reza, akhirnya pingsan di depan rumahnya sebelum sempat ke salon bareng keluarganya.

            Brian aja ke salon Ciiiiiiinnnnnn…. Gubrrraaakkkkk