Rabu, 22 Mei 2013

Benarkah Mimpi Itu Indah?


FF2NI Sesi (2) – 22 Mei 2013
Tema kedua : "Dream a Little Dream" - Glee Cast Instrumental -> http://www.youtube.com/watch?v=Tn0lxXHu7WA


Benarkah Mimpi Itu Indah?

            Semasa kecil, perempuan bertumbuh mungil ini, memang memiliki rasa takut yang sangat berlebih, jika dibandingkan dengan anak-anak seusianya. Dikala anak-anak lain, sudah mampu pergi ke warung seorang diri, perempuan yang masih selalu menguncir satu rambutnya ini, masih harus ditemani bahkan selalu merengek untuk diantar oleh orang-orang yang lebih besar dirumahnya.

            Bahkan, sampai duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama, anak bungsu yang diberi nama Yunita talia ini, masih tidak bisa tidur bahkan untuk mandi-pun Nita selalu minta ditemani oleh Mamanya. Akhrinya membentuk kepribadian yang sedikit tertutup dan terkadang canggung terhadap lingkungan sekitar.

            Paling parahnya lagi, ketika duduk dibangku SMA, Nita tidak ingin memiliki teman yang di sebut dengan nama sahabat. Hari-harinya hanya dipenuhi oleh buku bacaan, setiap detik dalam hidupnya hanya ditemani oleh deretan kata-kata yang terdapat dalam buku-bukunya.

            Semua orang mempertanyakan hal tersebut. Gunjingan tetangga-pun tidak terhindarkan. Mama, dan Kakak-kakaknya menjadi khawatir dengan keadaan adik perempuan mereka satu-satunya. Pertumbuhan tubuhnya juga sedikit terlambat, jika boleh untuk kesekian kali Nita dibandingkan dengan anak-anak seumurannya.

            “Bang, Apa Nita tidak pernah cerita sesuatu akhir-akhir ini?” ujar Mama Nita ketika sedang duduk di ruang nonton kepada Abang tertua Nita.

            “Boro-boro Ma, emangnya Mama pernah lihat Deru duduk-duduk bareng ama Nita? Senda gurau seperti kakak dan adik yang semetinya,” ujar Abang Deru sambil terus memperhatikan TV dengan serius.

            “Iya juga ya, Mama juga ga pernah lihat itu koq Ru,” Mamanya menjawab asal sambil tersenyum.

            “Nanti, jika Nita pulang les piano akan kutanyakan, apa sebab dan asal muasal masalah ini,” ujar Mamanya membatin.

            Jarum jam yang menempel di dinding di atas ruang tamu, sudah menunjukkan waktu tepat pukul 9 malam. Nita biasanya sampai di rumah sekitar pukul 9 lewat 15 menit. Belum juga waktu bergerak satu menit dari pukul 9, pintu depan terbuka.

            “Assalamu alaikum,” suara khas perempuan mungil itu terdengar mendekat ke ruang nonton TV.

            “Ma, lapar...ada makan ga?”

            Mamanya dengan sigap berdiri dan menyiapkan makanan buat Nita di ruang makan.

            “Ini waktu yang tepat untuk menanyakan dan mengajak Nita untuk mengobrol,”batin Mama berujar mantap.

            “Nit, kamu tidak punya masalah apa-apakan akhir-akhir ini? Adakah teman-teman yang menjengkelkan? Sehingga, Mama perhatikan tidak satu-pun teman sekolah kamu pernah datang ke rumah,”

            “Tidak ada koq Ma, semuanya baik-baik saja,”

            “Tetapi.....”

            “Ma, kenapa Nita tidak pernah mendapatkan mimpi yang indah, seindah cerita-cerita pengantar tidur yang selalu Mama ceritakan?” ujar Nita sambil terus menyuap nasi ke mulutnya.

            Mamanya terperangah mendengar pertanyaan anaknya.

            “Kapan terakhir Mama cerita tentang Mimpi?”

            “Waktu Nita 4 tahun, Ma”

            “Karena itu, Nita selalu mencari pembenaran atas kata-kata Mama. Semua buku kulahap dan tidak satu-pun yang menjelaskan itu. Ma. Sampai saat ini, Nita tidak mampu untuk bermimpi,” ujarnya sambil menatap mamanya dengan serius.

            Mamanya hanya bisa diam seribu bahasa.

            “Astaga, Cuma karena Mimpi,”

Mimpi Vs Impian


FF2NI Sesi (1) – 22 Mei 2013
Tema pertama : "SANG PEMIMPI" - GIGI ~> http://www.youtube.com/watch?v=l_GhwD84B2k

Mimpi Vs Impian

            Menjadi seorang desainer grafis handal di Indonesia, sudah menjadi sebuah impian sejak kanak-kanak pemuda yang bernama Tomo Prayoga. Setelah menimba ilmu 7 tahun lamanya di sebuah Universitas ternama negeri ini, impian belum juga terwujud.

            “Sepertinya, ada yang salah dengan semuanya,” tanya Tomo pada dirinya sendiri di suatu senja di beranda rumahnya.

            “Tetapi, Apa yang salah ya?” tanyanya penuh bimbang pada batin dan jiwanya kala itu.

            Jika dilihat dari semua usaha dan ketekunan Tomo selama ini, memang tidak ada yang salah satupun. Bahkan, banyak yang heran kenapa hingga kini impian dan cita-cita Tomo, kandas di tengah jalan. Soal prestasi, Tomo-lah orangnya. Prestasi apa yang belum pernah diraihnya, mulai dari taman kanak-kanak bakat yang brilian itu sudah terlihat jelas. Bahkan, sambil tutup mata-pun, orang tidak lagi meragukan kemampuan Tomo dalam menggambar maupun mendesain apapun.

            Setelah lama meninggalkan bangku kuliah, masuk dalam dunia nyata sesungguhnya. Impian tidak juga terwujud. Kebrilianan seorang Tomo-pun seperti hilang di tiup sang banyu, pergi entah kemana. Di sembunyi di balik tirai tak kasat mata oleh takdir hidup.

            Magenta dan keemasan warna senja yang selalu mampu membangkitkan semangat Tomo dikala lelah menjalani hari dan menanggung beban impian yang berlebih. Dirinya tidak akan terhenti hanya karena sebuah status sosial di masyarakat bagi mereka yang telah bekerja, yakni disebut sebagai pegawai. Baju seragam juga menjadi ornamen pelengkap bagi mereka yang yang menyandang gelar pegawai sebuah perusahaan.

            Dikala pertanyaan terus saja menyerang dan menyerbu benak Tomo sore ini, raganya akhirnya lelah untuk memberi jawaban atas semua pertanyaannya. Lebih tepatnya, tidak mampu lagi mencari pembenaran atas takdir hidupnya.

            Tomo terbangun di sebuah tempat yang asing, jauh dari suasana sore yang menemaninya tadi. Baju yang digunakannya-pun berbeda. Rapi dan sangat mentereng, seperti bukan Tomo yang biasanya. Melangkah masuk dalam sebuah gedung yang asing, bertemu dengan orang-orang yang tak dikenal. Menebar senyum dengan beberapa yang menyapanya dengan sangat sopan.

            “Pagi Pak,” sapa beberapa orang sambil memberi sikap yang sangta sopan

            Rasa bingung-pun menyergap Tomo seketika, siapa mereka ? Dari mana mereka mengenalku. Di ujung koridor kantor, tertulis nama Tomo Prayoga di depan pintu.

            “Wow.. namaku keren juga,” batinnya membanggakan diri.

            Memutar gagang pintu, mengintip ruangan kerjanya. Dan seketika, Tomo terperangah ada sosok wanita yang sangat dikenalnya disana sedang duduk dan memasang wajah jutek.

            “Tomo, apa yang kamu lakukan disini,” ujar Ibunya.

            “Ma, apa yang mama lakukan diruang kerja Tomo?”

            “Tidak punya kerja, tidak harus membuatmu menjadi gila dan seperti lupa ingatkan Tomo,”

            Tomo membaiki duduknya, dan mendapati dirinya sedang duduk di meja rias Mama. Entah kapan, dan bagaimana Tomo bisa sampai dan tertidur di meja ini.

            “Astaga, maaf Ma,” sambil tersenyum kecut dan berlalu.
             

Rabu, 15 Mei 2013

Indahnya Rasa Ini


FF2N1 (Sesi 2)
Indahnya Rasa Ini

            Waktu masih duduk di Sekolah Dasar, kutemukan arti kata Cinta. Meski, teman-teman memandang aneh pada diriku saat itu. Soalnya kami, baru saja seminggu resmi dinyatakan sebagai murid kelas 1 SDN Merdeka.

            “Cinta itu, rasanya seperti coki-coki. Rasa coklat yang selalu ada di setiap kali kita bertemu sama orang yang kita suka,” ujarku asal saat pelajaran belajar membaca di kelas.

            Teman-teman luguku hanya memandangku dengan tatapan bingung. Tetapi, mereka tetap manggut-manggut tanda setuju apa yang baru saja kukatakan kepada mereka.

            Waktu umurku sudah semakin dewasa, tepatnya pada saat diriku sudah duduk dibangku kelas 3 SMP. Definisi cinta kembali kudapatkan. Rasa yang dulunya, rasa coklat nan manis. Kini sedikit berubah.

            “Cinta itu, hampir sama dengan kalau kita makan rujak. Banyak pilihan buahnya. Namun, kita selalu memilih yang paling manis untuk dicicipi paling awal. Dan, jika pilihan tidak lagi ada yang manis, yang kecut-pun seperti mangga, bisa terasa manis pada akhirnya,” jelasku disela-sela waktu istirahat di kantin sekolah.

            Beberapa teman setuju dengan pendapatku tentang cinta. Ada juga yang menganggap cinta adalah hal yang tabu untuk dibicarakan kepada orang lain.

            Tetapi, saat diriku sedang asyik-asyiknya menikmati masa-masa SMA yang penuh gairah anak muda. Justru definisi cinta yang lain kembali kutemukan.

            “Cinta itu, tidak lagi seenak makan rujak dan makan coki-coki saat kanak-kanak. Cinta lebih tepatnya bisa disamakan dengan main basket. Semakin kita berkeringat, semakin muncul rasa percaya diri untuk menguasai bola di lapangan basket. Dan, semakin berbau busuk kaos kaki yang kita gunakan, semakin menandakan kita telah menemukan arti sesungguhnya dari kenikmatan menjadi kapten Basket. Sama dengan cinta,” ujarku bersemangat di tengah lapangan upacara sekolah saat diriku harus berdiri 2 jam, menjalani hukuman akibat terlambat dan tidak mengikuti upacara bendera hari ini.

            Tetapi, semua definisi yang kubuat dahulu, ternyata semuanya tidak begitu jitu. Saat diriku memasuki dunia kerja, definisi dan wajah cinta yang berbeda-pun kudapati. Tidak sempat kunikmati, hanya sebagai penonton setia, dari setiap adegan cinta yang terjadi di sekelilingku.

            “Menurut orang bijak cinta itu tidak perlu dicari, tetapi harus ditunggu saja. Tetapi, nyatanya cinta bukan hanya mengajarkan kita satu rasa. Namun, cinta memiliki lebih dari semua rasa buah yang ada di campuran rujak. Cinta juga kadang kejam, kadang malah berbaik hati. Karena, kata mereka yang menyalahgunakan arti cinta, mencicipi dua cinta dalam satu waktu, akan lebih nikmat rasanya,” jelasku pada teman kantor di sebuah cafe sepulang kerja.

            “Tetapi, yang jelas. Cinta itu adanya di hati bukan di dompet,” sambungku sambil tersenyum manis.

            “Dan, yang jelas memiliki Cinta hanya satu itu basih,” tawaku lepas, membuat seisi cafe menatap dengan bingung.

            “Makanya, cinta setiamu tak kau temukan hingga kini. Terlalu banyak teori sih dirimu ini Teri,” senyum nakal rekan kerjaku menimpali.

             

Lelakiku

-->
FF2N1 (Sesi 1)
Lelakiku

            Tas kulempar begitu saja ke sofa, saat kakiku melangkah masuk ke rumah kontrakkan yang ku tempati sudah lebih dari setahun yang lalu. Kakiku terasa berat untuk terus berjalan menuju kamar yang hanya tinggal beberapa langkah lagi. Diriku kubiarkan duduk di lantai beralas karpet coklat, kuluruskan kakiku, menyandarkan kepalaku di dinding, dan terus menarik nafas panjang, untuk mendapatkan jumlah oksigen yang lebih banyak lagi.

            Hari ini, bukan hanya melelahkan. Tetapi, juga sangat menyakitkan untuk dilalui. Kenapa harus bertepatan hari ini ? kenapa harus dihari ulang tahunku ?

            “Apa yang Engkau rencanakan untukku yang Allah ?” ujarnya wanita bernama Safhir Mutiara ini pada dirinya sendiri.

            Nafasnya semakin sesak, dikala airmatanya mulai mengalir ingin menampakkan kehadirannya di tengah rasa sepi yang dirasakan Safhir. Isak terus saja membahana, memenuhi kekosongan yang tiba-tiba terasa melebihi hari-hari sebelumnya.

            “Lelaki itu, memang bukan yang terbaik buatku Tuhan. Saya sudah mengetahui itu, jauh-jauh hari sebelum kejadian hari ini,” ujarnya geram. Jemarinya saling beremas hingga tak terasa darah mengalir diantara keringat yang juga keluar dari pori-pori kulitnya.

            Tangisnya semakin menjadi, saat rasa sesal itu terus mendesaknya masuk dalam rasa penyesalan yang dalam.

            “Tuhan, kenapa Engkau hadirkan cinta di karang yang tandus ? Kenapa Engkau semai rasa sayangku pada Lelaki itu ?” Teriaknya tertahan di tengah Isak yang lebih menguasai dirinya.

            “Kenapa di hari Ulang Tahunku ? Kenapa hari ini ?,” Safhir semakin tertunduk dalam sedih.

            “Lelaki itu, mungkin saja kejam. Mungkin saja sudah meniduri semua wanita yang dia kenal. Tetapi, lelaki itu adalah lelakiku,”

            “Bukan untuk diperebutkan atau dimiliki secara beramai-ramai. Bukan pula harus dijamah dalam kesendiriannya. Karena Lelaki itu, Lelakiku.. Lelaki yang tetap akan menjadi ayah dari anak yang ku kandung,”       batinnya memberontak.

            Namun, Lelaki itu telah pergi dalam tenangnya. Bukan hanya membawa cintaku, tetapi cinta semua wanita yang pernah bersamanya. Karena Lelaki itu, telah mati. Menjadi bangkai untuk selama-lamanya.

            “Dan, akan menjadi lelakiku selamanya. Karena dengan tangan ini, kurenggut segalanya. Merenggut semua hakku selama ini,” Isaknya pecah tak tertahan.