EVERY
DAY WRITING 05 (5 AGUSTUS 2013)
AdddUUHHHH
META
Setelah sore tadi Dita dan Papa
menari suka cita di ruang TV, malam ini Dita memutuskan untuk
kembali mengunci diri di kerajaannya. Suasana yang adem membuat seisi rumah
juga memilih masuk ke kamar lebih cepat. Apalagi, selepas magrib hujan deras
turun menyapa setiap makhluk di muka bumi ini. Hanya Mama yang masih betah
duduk di depan TV.
Tetesan hujan dan angin yang sedikit
kencang membuat bulu kuduk setiap orang yang berada di luar rumah merinding,
alias kedinginan. Dita sudah duduk di depan laptop, bersiap masuk ke dunia lain
miliknya. Melanjutkan tulisan yang sempat beberapa hari terhenti, akibat kepala
yang pening karena benjol.
Baru saja membuka folder welcome to my world, pintu kamar di
ketuk oleh seseorang. Dita mengerutkan kening sambil berpikir.
“Siapa ya? Tumben pake di ketuk?”
“Tok..tok..tok..”
Pintu masih diketuk tanpa ada
sahutan dari luar. Seketika, udara dingin berhembus, bulu-bulu Dita berdiri,
padahal bukan malam jumat kliwon. Dita memandang pintu dengan seksama, tidak
ada bayangan yang dampak di celah bagian bawah.
“Tok..tok..tok..”
Dita masih mematung, dan tidak
berani melangkah ke arah pintu. Dita hanya berusaha berpikir jernih dari tempat
duduknya saat ini.
“Siapa? Mama ya?”
“Tok..tok..tok..”
“Karin, jangan becandain kakak
deh..”
“Tok..tok..tok..”
“Pasti kamu Ndi? Ga ada kerjaan
banget ngetok-ngetok pintu kakak”
“Tok..tok..tok..”
Pintu masih saja diketuk dari luar.
Akhirnya Dita kesal dan melupakan ketakutan yang sempat menyusik ketenangannya.
“Siapa sih?” Dita membuka pintu
dengan rasa kesel.
“Ditaaaaaaaaaaa….”
“Metttaaaaa… Gila banget sih lo, ga
bosan ngetuk pintu mulu,”
“Hahahaha…. Maaf Ta, Saya Cuma iseng
tadi. Lagian serius banget sih. Kalau ada yang ngetuk, ga usah Cuma teriak-teriak,
bukain pintu dong” Sembur Meta menyerbu masuk dan langsung berbaring di tempat
tidur Dita.
“Lagian…iseng banget ngerjain orang.
Yang bukain pintu depan siapa Met?”
“Mami Elena-lah siapa lagi. Kan yang
paling suka nonton TV malam-malam gini Cuma nyokap Lo, Ta,” Dita mengangguk
sambil menutup pintu.
“Kirain hantu nyasar, padahal bukan
malam jumat hehehe” Meta melempar bantal smile ke arah Dita, karena kesal
mendengar Dita mengejek dirinya hantu.
“Lanjutin nulis sana, saya nginap ya
malam ini,”
“Iya buuu… langsung tidur saja.
Jangan ngeganggu ya. Dan jangan iseng lagi,”
“Sejak kapan kalau kamu ngetik saya
ganggu?”
“Sejak kapan ya?? Sejak beberapa
menit lalu kamu iseng Mettaaa…”
“Lagian nulis ga manggil-manggil.
Bukannya kita sepakat kalau kamu nulis, saya bisa nginap di kamar kamu”
“Ada ya kesepakatan kayak gitu, koq
saya ga ingat ya?”
“Ditttaaaa…”
“Husssssst… Ga usah teriak-teriak..
nanti tetangga pada datang Metta. Ya sudah, tidur sana”
Dita berbalik dan kembali ke posisi
sebelum Meta menyusik dunianya. Dita masih kepikiran tentang kata-kata Meta
barusan.
“Sejak kapan ya, ada kesepakatan di
antara mereka? Tapi, memang benar sih, Meta selalu saja tahu kapan hasrat
menulis dan menyelesaikan tulisan yang ku mulai sejak setahun lalu ini. Entah
dari siapa dan dari mana informasinya. Padahal, tidak ada yang pernah tahu,”
Dita hanya bisa geleng-geleng sambil mengetik password untuk membuka laptopnya
yang sempat tertidur sejenak, karena kedatangan Meta.
Meta adalah salah seorang dari gang
Lolipop di kampus Dita. Geng lollipop, merupakan perkumpulan 4 cewek dengan
gaya dan ketertarikan yang berbeda. Ada Meta yang suka dengan dunia Hypnotis,
lantaran mengambil kuliah juruan Psikologi.
Ada Ruri, cewek imut berkacamata dan
selalu membawah buku-buku tebal kemana-pun Ia pergi. Ruri merupakan mahasiswa
jurusan Sastra Jerman, dan mengambil spesialis aksara kuno. Menurutnya, dengan
membaca dan mengenali banyak tentang aksara suatu bangsa, kita bisa mengetahui
seberapa kuat bangsa itu, dan mengenal identitas para pendahulunya.
Ada Gisel, cewek super duper cuek,
namun paling kece dan cantik di geng Lolipop ini. Gisel mengambil jurusan
ekonomi perbankan dengan satu alasan simple, umur 26 tahun Ia ingin mengelolah
sebuah Bank swasta milik keluarga besarnya.
Dan, yang terakhir tentunya Dita.
Mahasiswa jurusan Ilmu komunikasi yang terjebak di dalam dunia tulis-menulis
novel. Menurutnya, seorang penulis itu punya power lebih untuk menentukan masa
depan mereka. Rasa emosi yang mereka miliki, merupakan cadangan semangat yang
luar biasa yang bisa digunakan untuk menyelesaikan satu Bab sebuah novel
bergenre apapun. Namun, sayangnya Dita kurang bisa tersulut api kemarahan. Makanya
penyelesaian novelnya tersendat-sendat, kayak bajaj ngadat.
Geng ini, sudah ada sejak
masing-masing dari mereka berusia 6 tahun. Dulunya ke-empat anggotanya, tinggal
di Kompleks Perumahan Permadani Indah. Hanya saja, Ruri dan Gisel pindah ke
kompleks perumahan baru di tengah kota 2 tahun lalu. Tinggal Meta dan Dita yang
masih tetap betah di Kompleks ini.
Dita mulai hanyut dalam dunianya
sendiri. Malam ini, Dita memasukkan satu tokoh baru ke dalam Novel yang
ditulisnya. Rasa ketertarikannya dengan Omar yang sempat membuat hatinya
berbunga-bunga hari ini, dijadikan sebagai bumbu pemanis di salah satu adegan
tokoh utamanya.
“Ting-tong…ting-tong..ting-tong”
Bunyi gong jam di ruang tamu memecah
sunyi yang sedari tadi menemani Dita malam ini. Dita sempat melirik Meta yang
ternyata juga sudah jauh masuk ke dunia mimpi, meninggalkannya sendiri di kamar lantai dua miliknya.
Rasa kantuk baru saja menghampiri
Dita, ketika adzan subuh berkumandang. Dita menuruni tangga menuju kamar mandi
untuk berwudhu. Mendirikan shalat dan mengambil posisi di samping Meta,
kemudian terlelap jauh memasuki alam mimpi.
“Ditaaaa……………. Taaaa……………………”
Teriakan nyaring Mama membangunkan
Dita dari tidurnya.
“Hmmmm…….”
“Dittaaa….Taaaaa, bangun dong Nak,”
“Dita ngantuk Ma, memangnya ada yang
penting ya,” jawabnya masih sambil menutup matanya.
“Iya, penting banget,”
“Memangnya apaan Ma yang penting?”
“Makanya Bangun”
Suasana kembali hening tercipta di
antara Mama yang sedang asyik memotong sayuran di ruang makan, dengan kamar
Dita yang berada di lantai 2 persis diatas ruang makan.
“Dittaaa…. Koq tidur lagi sih”
“Iya….” Dita bangun dan melangkah
sempoyongan.
“Kenapa Ma? Apa yang penting?”
“Turun dulu dong, baru Mama ngasih
tahu”
Dita menuruni tangga dengan rasa
kantuk yang masih menggantung di matanya.
“Kenapa sih Ma? Nih, Dita sudah di
bawah.”
“Menurut Dita, sayur bayam cocoknya dengan
lauk apa ya?”
Dita hanya mengerutkan alis, matanya
menatap mata Mama dengan segudang rasa yang tidak bisa digambarkan.
“Halloooo Ta, Mama nanya nih?”
“Trus yang pentingnya apaan Ma?”
“Lha yang tadi Mama tanyain itu
penting anakku”
“Aaahhhhhh”
“Iyalah, kata buku yang Mama baca.
Bayam bisa jadi racun kalau salah mengkombinasikan dengan lauk yang lain” jawab
Mama serius.
“Ikan goreng saja Ma,”
Belum sempat Mama memberi
jawabannya. Dita sudah kembali ke kamarnya.
“Taa…..”
“Ya ..Ma”
“Mamakan belum selesai,”
“Ikan Goreng saja Ma, itu enak koq”
“Tapi…”
“Tapi kenapa Ma?”
Belum sempat Mama berucap apa-apa,
Dita mengingat sesuatu. Tempat tidurnya kini kosong, seingat Dita tadi malam
ada Meta deh.
“Maaa…..”
“Tapi, Ta. Mama ga beli ikan tadi”
“Meta mana Ma?”
“Mama…Maaaaaa”
“Tunggu ya, Mama minta tolong Andi
dulu buat antar Mama ke Pasar dekat kompleks,”
“Tapi, Maa….”
“Thanks Dita, sudah bantuin Mama”
Dita hanya bisa menarik nafas.
Palingan Meta sudah balik, lagian sekarang sudah hampir jam 12 siang. Dita
kembali berbaring, namun…
“Auuuww, ini apaan ya?”
Jepit rambut biru miliknya tidak sengaja
menusuk pantatnya.
“Adduuuuhhhh Meta, pasti dia deh yang naruh ikat rambut ini
sembarangan. Dasar tuh anak, nanti kalau datang lagi, bakal saya omelin
habis-habisan. Untung ga patah,”
Niat tidur akhirnya menguap, seiring
uap tanah yang melayang ke udara, akibat matahari semakin terik. Dita turun,
dan memutuskan untuk mandi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar