Senin, 10 Agustus 2015

Hidup Bersahaja Di Rammang-rammang


Oleh: Indah A. Febriany

            Hijau,
            Gemericik,
            Helaan nafas alam terdengar layaknya orkestra megah,        
            Ombak kecil sesekali merayu penumpang kapal tuk tak memalingkan wajah,          
            Suasana tenang membius batin,
            Hamparan karst menyambut setiap orang dengan tangan terbuka,
            Gugusan kecil batu karang menjadi penunjuk jalan,
            Lorong-lorong karst seakan ingin memeluk erat setiap pengunjung.

            Menghabiskan malam di Rammang-rammang menjadi pengalaman pertama bagiku, setelah beberapa tahun lebih nyaman berdiam diri dalam kehangatan rumah. Kasur yang embuk serta suhu yang terjaga, sedikit harus ditinggalkan ketika Anda memutuskan untuk bermalam di daerah yang namanya memiliki arti “kabut.”
            Daerah yang baru terjamah sekitar awal 2000-an ini terletak di Desa Salenrang, kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Meski sudah satu dekade lebih Rammang-rammang dijadikan objek wisata, namun urusan akomodasi masih terbilang agak sulit, apalagi bagi para pelancong yang datang dari luar kota. Kecuali, jika nantinya pemerintah daerah Maros menyediakan mobil wisata yang akan mengantar pengunjung hingga ke dermaga Rammang-rammang.

            Ketika sampai di dermaga, rasa khawatir sedikit berkurang. Ini lantaran, perahu wisata milik warga sudah siap mengantarkan setiap pengunjung. Namun, ketika Anda memilih untuk jalur darat juga bisa, tetapi harus sabar menembuh perjalanan kurang lebih 2 jam perjalanan jika Anda berangkat dari kota Makassar.
            Bayangan kabut atau awan tipis seketika menggodaku ketika mata menangkap pegunungan karst yang terhampar sejauh mata memandang. Aliran sungai Pute yang sedikit keru, mengayun lembut perahu yang dijalankan menggunakan bantuan mesin. Tetapi, sesekali mesin perahu harus dimatikan, apalagi ketika di wilayah yang cukup sempit dan perahu yang saya tumpangi berpapasan dengan perahu yang lain.
            Betapa ahli para pemilik perahu, ketika harus berbelok diantara karang yang tersusun tak beraturan. Ibarat sirkuit laga yang mengharuskan si pemilik kendaraan meliak-liuk menghindari karang. Perjalanan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, apalagi berada di tengah pohon nipah dan pohon bakau khas sungai yang berair payau. Apalagi, model setiap batuan karst yang unik menambah keeksotisan tempat yang masih jarang dijamah oleh para pelancong lokal dan mancanegara. Padahal, taman hutan batu kapur di wilayah Maros-Pangkep ini, satu-satunya di Indonesia. Bukan hanya itu, Rammang-rammang juga tercatat sebagai pegunungan batu kabur terbesar ketiga di dunia, setelah taman hutan batu Tsingy di Madagaskar dan taman hutan batu Shilin yang berada di Tiongkok.   
Seketika udara menjadi agak sedikit pengap ketika perahu melintas lebih dekat dengan kawasan pegunungan karst. Tetapi, pengapnya hilang terganti takjub yang tak terkira. Ibarat masuk dalam lorong waktu yang sedikit diterangi cahaya persis berada di atas kepala. Relief permukaan batu karst begitu menggoda untuk diamati.

            Panas yang menyengat ketika perahu kami merapat di ujung dermaga, lebih tepatnya bisa dikatakan daratan yang sangat dekat dengan bebatuan karst. Welcome to dermaga kampong Berua. Menyenangkan! Bisa Anda bayangkan bukan, apalagi yang akan dijumpai ketika Anda berada di Kampung Berua.
            Beberapa orang terlihat sudah mendirikan tenda ketika kami sampai. Saya hanya mampu duduk termangu menatap pegunungan karst yang tinggi menjulang, sembari menarik nafas menghirup segarnya udara yang masih tak terjamah oleh polusi.
            Keramahan penduduk menyambut setiap orang pun begitu menyentuh, senyum kegembiraan mereka. Mungkin saja karena Rammang-rammang jarang dikunjungi tamu yang begitu banyak. Ditambah lagi petinggi Sulsel akan bertandan membuka sebuah event bergengsi bertajuk “Fullmoon Festival.”


            Keramahan penduduk di Rammang-rammang begitu bersahaja. Senyum tulus mereka menandakan keluguan yang merindukan sapaan lebih banyak pengunjung. Ibarat ruang tamu, Rammang-rammang jarang digunakan untuk menjamu. Hanya dibiarkan membisu dengan keindahan yang tersembunyi diantara pegunungan batu karst. Sejumlah objek wisata lainnya juga akan membuat Anda semakin kagum, seperti telaga bidadari, gua bulu’ barakka’, ada juga gua telapak tangan, dan gua pasaung.
            Taman Hutan Batu Rammang-rammang menunggu lebih banyak orang untuk berkunjung. Senyum Anda harapan baik bagi para penduduk untuk memperbaiki perekonomian rakyat mereka. Pastikan destinasi akhir pecan Anda dan keluarga ke Rammang-rammang.

Minggu, 05 April 2015

Refleksi NBS Part 2 - Sampai Jumpa Pada NBS Berikutnya

Tidak terasa Program yang bertajuk NBS atau lebih dikenal dengan kepanjangan “Nulis Bareng Sobat,” di dua wilayah telah usai. Di Makassar, khususnya Tim A pertemuan akhir digelar tepat pada hari Sabtu, 4 April 2015 lalu.
 
Ada perasaan sedih, haru dan tidak ikhlas meninggalkan anak- -anak kelas 4 A SDN Paccinang. Bukan karena programnya telah usai, namun masih terlalu sedikit ilmu yang telah kami bagi. Terlalu singkat waktu yang diberikan kepada para pejuang aksara yang mengklaim dirinya sebagai relawan Sobat Lemina.
 
Tetapi, satu hal yang membuat kami senang, yakni mereka berubah. Mereka lebih mencintai kegiatan menulis. Ini dapat dilihat ketika para relawan memberikan tugas, mereka langsung mengambil kertas dan mulai menulis. Sebuah perkembangan yang luar biasa. Bayangkan saja, pada pertemuan awal, kami harus mengakui bahwa kami bertemu dengan kata “kesulitan” hanya untuk membuat mereka ingin menulis.
 
Beberapa kesulitan yang kerap kami jumpai, yakni sebagian besar anak akan terus mengajukan pertanyaan terkait tema, apa yang ingin mereka tulis?, berapa paragraf yang harus mereka buat?, sampai-sampai ada anak yang akan mengajukan penawaran terkait jumlah paragraf yang harus ditulis.
 
Para relawan juga tidak hanya bertemu dengan sejumlah anak yang kerap kali ingin mangkir dari tugas. Namun, pada minggu-minggu pertama kami cukup direpotkan dengan beberapa anak yang selalu ingin menarik perhatian para kakak pendamping dengan membuat kelas jadi layaknya pasar.
 
Tingkah mereka akhirnya membuahkan sebuah pertemuan. Dimana, semua tim yang berada di dua daerah yakni Gowa dan Makassar bertemu di sebuah rumah makan cepat saji, hanya untuk membahas tentang setiap langkah yang telah kami lakukan.
 
Hasilnya cukup mencengangkan. Ini lantaran, pertemuan singkat tersebut juga menguak terkait keluhan-keluhan di luar kelas. Para relawan seakan tidak terlalu puas dengan kerja setiap anggota tim mereka. Cukup unik, ketika kegaduhan di dalam kelas, membuat satu sama lain menyalahkan kondisi. Pada posisi inilah, relawan merasa berada di titik terendah mereka. Tetapi, apakah mereka menyerah? Tentu saja tidak, justru para relawan akhirnya bangkit dari keterpurukan dan terus melangkah. Dan, hebatnya lagi, mereka menyadari banyak hal terkait bekerja dalam sebuah tim.
 
Setelah pertemuan itu, para relawan seakan bermetamorfosis menjadi seseorang yang baru. Mereka lebih mampu melapangkan hati satu sama lain, hingga mereka mampu menurunkan ekspektasi mereka terhadap orang lain. Satu yang tak kalah pentingnya, mereka berhasil membangun komunikasi yang baik pada akhir-akhir pertemuan NBS.

Sedikit merefleksi langkah kami selama 12 kali pertemuan pada program NBS. NBS bukan hanya memberikan perubahan prilaku pada anak-anak di kelas, tetapi telah merubah kami menjadi orang yang jauh lebih peka dan peduli terhadap lingkungan sekitar. NBS hanya jembatan bagi kami untuk membangun pribadi yang jauh lebih baik lagi. Karena kami bukan hanya berbagi ilmu, tetapi kami belajar berbagi hati, pikiran serta waktu, guna melahirkan generasi yang bermanfaat di masa yang akan datang.
 
Senang rasanya, melihat keakraban yang terjalin di antara para relawan dan anak didik di kelas. Mereka bukan lagi melihat kami orang asing, tetapi mereka menerima kami apa adanya, serta menjadikan kami bagian penting yang dianggap harus ada dalam kehidupan mereka.
 
Cukup sedih ketika salah seorang murid yang bernama Maria atau akrab dipanggil Imel harus menghembuskan nafas terakhirnya. Kami cukup terpukul, karena Allah memberikan waktu yang begitu singkat. Masih lekang dalam ingatan, ketika Maria bertanya dengan semangat terkait cita-citanya. Itu pertemuan terakhirku dengan Maria. Meski singkat, namamu akan terus ku kenang Maria.
 
Semoga apa yang kami lakukan selama beberapa bulan ini, menjadi benih yang akan mereka panen dikemudian hari. Sedih rasanya harus bertemu dengan kata “Akhir,” namun kami harus yakin bahwa mungkin ini menjadi “Akhir” bagi kami, tetapi akan menjadi “Awal” bagi mereka untuk terus berkarya.
 
Terima kasih buat semua anggota tim A yang telah menjadi bagian terpenting dalam kehidupanku beberapa bulan terakhir. Terima kasih buat seluruh relawan NBS part 2, tetaplah menjadi inspirasi bagi orang lain. Kak Bunga dan Om Rara, satu kata yang bisa menggambarkan NBS, “Awesome”



Jika kalian membutuhkan ruang untuk menemukan siapa sebenarnya diri kalian, jangan lewatkan kesempatan untuk menjadi relawan NBS Part 3. Buktikan bahwa rasa peduli yang kalian miliki terhadap dunia pendidikan, dengan mengambil bagian dalam setiap pertemuan NBS nantinya. Ikutlah dalam pusaran perubahan, jangan biarkan kalian hanya menjadi penonton atau sekedar menjadi komentator. Cukup sisikan 2 jam setiap 2 pekan pada hari Sabtu, dan bersiaplah merasakan sensasi dunia pendidikan.

Kamis, 12 Maret 2015

Lika Liku Lelaki



Senja Di Kotaku

“Benarkah cinta itu sesempurna pikiran manusia yang sedang jatuh cinta? Ataukah memang tidak ada cinta yang sempurna untuk manusia? Teruslah mencari cinta, meski harus meninggalkan zona yang membuatmu nyaman”
            Sepenggal percakapan yang cukup menguras waktu dan pikiran. Padahal, jika menyoal tentang cinta, aku bukanlah tergolong lelaki yang kurang beruntung, Tuhan memberikan kelebihan yang cukup menolongku mencari seseorang yang mau mencintaiku. Wajahku bisa dikategorikan tampan, tubuhku jangkung, dan dibalut dengan kulit yang sedikit eksotis dan terawat.
            Namun, apakah benar wajah seseorang bisa menjamin akan merasakan cinta sejati dengan cepat? Buktinya, sudah cukup banyak wanita yang pernah singgah dan bertahta di hatiku, tapi belum ada satu orang pun yang mampu menaklukkan keegoisanku yang terkadang harus dikontrol lebih oleh makhluk yang disebut wanita.
            Sering aku merasa, wajah yang tampan ini sebagai “kutukan” yang tidak cocok untuk menaklukan kata cinta. Di kala, cinta sedang bersemi di hati, kenapa mata dan hatiku masih kerap kali menginginkan orang lain tuk ikut bertahta, menemani kesendirian yang tak bertepi ini. Terdengar cukup egois memang, ketika ada keinginan dalam diriku untuk memiliki lebih dari satu wanita.
            Usiaku memang sudah terbilang matang, lantas, kenapa tingkat keseriusanku membina hubungan masih berada di level dasar? Buktinya, beberapa teman yang kesannya masih kekanakan mampu memutuskan untuk bisa hidup dan mempersembahkan cintanya hanya pada seorang wanita saja.
            OK, kalau masalah cinta mungkin itu bukan ranaku untuk bertaruh. Ini lantaran, dewi fortuna masih enggan mengibaskan sayapnya ke arahku dan menggerakkan hati sang wanita, yang entah saat ini masih singgah di hati lelaki mana?
            Jika ditanya, siapa lelaki paling tampan di lingkungan kantor, tanpa rasa cangkung, mungkin aku yang terpilih. Tetapi, mungkin sebatas pikiranku saja sih. Buktinya, hingga saat ini, hanya segelintir teman dekat yang memang enak diajak jalan dan bersantai disuatu tempat, itupun mereka semuanya berkelamin laki-laki. Sama sepertiku, mereka memiliki pacar, namun masih sering menginginkan wanita lain.
            Pernah ada wanita yang hadir dan membuatku hampir memutuskan untuk mengakhiri masa kesendirianku. Jejak wanita itu, masih terlihat jelas ketika tubuhku ku ajak untuk menengok ke belakang. Meski, beberapa wanita sempat membuat hatiku merasakan getaran halus, ternyata tidak cukup untuk bisa menghapus sepenuhnya jejak itu.
            “Itukah yang dinamakan cinta sejati?” pikiran itu yang kerap merasukiku dan menguasai pikiranku, dikala selimut malam telah dibentangkan oleh sang kuasa dan jiwa-jiwa manusia sudah tertidur lelap, ragaku masih berusaha mencari sesuatu yang hingga kini entah apa jawabannya. Cintakah yang sedang aku cari saat ini?

Genta Is Blue
            Kebanyakan orang lebih mengenalku si penyuka biru. Sampai-sampai namaku selalu disandingkan dengan warna itu. Mereka menyebutnya dengan Genta Is Blue. Padahal, jauh dilubuk hati, bukan hanya biru yang ku sukai, hitam juga demikian.
            Kecintaanku terhadap hitam, juga tidak terkalahkan dengan biru yang adem. Hitam membuatku merasa lebih percaya diri ketika melakukan sesuatu. Hitam adalah gambaran diriku sesungguhnya. Warna yang tak tertebak dan bisa cocok dengan semua corak yang disandingkan dengannya.
            Kesan mistis akan hilang, ketika aku yang mengenakan hitam. Biasanya jauh lebih terkesan elegan dan memberikan aura yang membuatku nyaman. Bisa merasakan menjadi diri sendiri.
            “Genta, boleh minta tolong untuk dibuatkan lapo….,” Jeni tidak melanjutkan kalimatnya ketika melihat wajah Genta yang tak berubah dan tak bergeming.
            “Gentaaa…GEntaaaaaaa….”
            “Yaaaa, iyaaa.. kenapa? Ada apa ya? Kenapa Jen?”
            “Subhanallah, Genta…. Dari tadi Jeni ngomong ga didengar toh?”
            “Ngomong apa ya? Masa sih? Kapan ngomongnya?”
            “Kalau lagi ga konsen mending istirahat dulu sana.” Jeni meninggalkan Genta yang masih bingung dan bersalah.
            “Kenapa sih? Koq tadi saya bengong?” Genta menyesali tingkahnya yang selalu tak bisa menguasai dirinya, ketika berhadapan dengan Jeni. Jeni adalah teman sekaligus sahabat wanitanya yang setia mendengar keluhannya. Namun, entah sejak kapan Genta sudah jarang lagi bercanda ataupun sekedar berbincang ringan dan tenang dengan Jeni.
            Padahal, wanita inilah yang menyadarkanku tentang cinta dan mencintai. Cinta yang katanya tidak harus dimiliki, cukup melihat orang yang dicintai sedang berbahagia saja, sudah cukup melahirkan rasa bahagia. Wanita yang cukup tangguh dan tak terjamah.
            Aku pun merasakan kerdil jiwa ketika berada di dekatnya. Tatapannya membuatku luluh dan menjadi lupa diri. Hingga kini, tatapannya masih belum sanggup ku tangkis dengan hanya sekedar membalas tatapannya. Matanya yang setajam elang, membuatku merasa terpenjara dan tak berkutik ketika lensa retinanya menangkap bayangku didalamnya.
            Perasaan ini hadir sekitar 2 tahun lalu, tapi masih tak sanggup tuk ku ungkapkan. Tidak ada alasan yang membuatku juga yakin, bahwa getar yang hadir ketika dirinya disampingku bisa disebut dengan cinta. Mungkin saja, semuanya hanya akan indah ketika kita berdua saling menjaga jarak.

Noon At Café
            Seperti biasa, ketika kerjaan sudah kelar. Aku dan sejumlah kawan di kantor kerap kali menghabiskan waktu di sejumlah tempat. Sekedar untuk mengisi perut yang minta diberikan asupan ataupun untuk mengisi waktu kesendirianku, setelah melepaskan diri dari cinta bersama wanita berwajah manis.
            Memasuki café yang berada di salah satu sudut kota yang ramai, terkadang membuatku tidak nyaman. Bertemu orang-orang yang berasal dari masa lalu, kerap menarik paksa diriku untuk masuk ke dalam kenangan, dimana wanita yang paling kucintai itu juga berada. Apakah ini yang dinamakan “Gagal Move On.”
            “Bram mau pesan apa?” Tanya Roki membawaku kembali ke ruangan café yang cukup ramai di malam hari.
            “Coklat susu dan roti saja.” Bram sambil menyerahkan daftar menu ke tangan Roki.
            “Kentang goreng enak nih kayaknya,” Denis mengusulkan menu yang bisa mengganjal rasa lapar, di penghujung pergantian warna langit.
            “Gen.. pesan apa?” Roki yang bertugas mencatat memang sedikit lebih ribut dari yang lainnya malam itu.
            “Donat coklat dan Nescafe deh?” Genta menjawab dengan asal dan tidak bersemangat.
            Ketika Roki berdiri melepas jaket dan melambaikan tangan ke salah satu pelayan café, ternyata ada beberapa wanita yang sudah memperhatikan keberadaan kami sejak tadi. Sayup-sayup terdengar perbincangan mereka tentang keberadaan kami, para lelaki bujang yang tak tentu arah.
            Ada rasa bangga juga sih, diperbincangkan oleh para wanita. Namun, di sisi lain, kehadiran wanita seperti itu sudah terlalu banyak dan terlalu sering kujumpai. Awalnya, akupun terbuai oleh rasa kagum mereka. Tetapi, lama kelamaan, semua rasa kagum itu hanya seperti bumbu yang ditambahkan ke dalam masakan yang sudah diberikan garam sebelumnya. Rasanya menjadi mengerikan, lebih tepatnya terkesan seperti kutukan. Kutukan bagi wajahku yang tampan dan postur tubuhku yang jangkung.

Ketika Kata “Cinta” itu Kuraih
            Ku buka secarik kertas yang pernah diberikan oleh wanita. Wanita yang tidak lain dan tidak bukan adalah Jeni. Jeni adalah wanita yang jauh dari kesan glamour, wanita yang bersahaja dan sedikit cuek. Wanita yang hingga saat ini, memiliki ruang khusus di hatiku. Melengkapi setiap hari yang kulalui, dan mengisi setiap kekosongan jiwa yang kurasakan.
            Ketika cinta menuntut kesempurnaan,
            Semua rasa akan menjadi hambar,
            Biarlah Ia berdansa dengan melodi di atas nadi kehidupan.

            Bukan bermaksud memainkan takdir,
            Melainkan mencoba menegur sukma yang terdiam.

            Ketika cinta sudah mengajarkan bahasa,
            Semua indera akan menyambut dengan getaran.
           
            Merindu,
Ibarat memadukan dua rasa ke dalam sebuah wadah tak bertuan,
Tak perlu meminta ijin,
Tak perlu malu tuk berucap.
Karna hadir sudah bisa memberi tanya akan jawab.

            Aku pun menyadari satu hal, bahwa ketika cinta yang dicari di tempat sejauh apapun, bahkan hingga mengelilingi dunia, semuanya akan sia-sia, ketika Tuhan belum memberikan jalanNya. Cinta sejati itu tidak untuk dicari, namun untuk dirasakan. Ketika hati ini yang memilih orang untuk mengisi satu ruang didalamnya, cukuplah menjadi jawaban atas pencarian yang fana itu.
            Kehidupan terkadang terasa dimainkan oleh takdir, dan terasa berat ketika raga harus terus diajak berkompromi untuk melangkah, sedangkan hati telah lama berhenti pada seseorang. Bukankah jika hati telah memberi tanda, maka otaklah yang sesekali harus mematuhi apa yang diisyaratkan oleh hati. Karena cinta bukanlah masalah logika, cinta masalah rasa. Ibarat lidah yang bisa membedakan antara manis, pedas dan asem di waktu yang bersamaan.
            Setelah lebih dari seperempat abad usia bumi telah kuhabiskan, barulah sedikit kata cinta dapat kupahami. Hanya memahaminya terkadang tak cukup untuk dapat bisa merasakan apa yang biasa disebut Cinta.
            Meraih ataupun diraih oleh kata cinta, ibarat menerima ajakan seseorang untuk berdansa dilantai yang luas, dan sedang disorot oleh cahaya yang hanya akan memantulkan bayangan antara pasangan yang sedang dimabuk cinta. Salah melangkah ataupun tidak mampu mengimbangi irama, merupakan bagian dari adegan dansa yang harus diselesaikan. Setidaknya aku mengerti sedikit tentang mencintai, lebih tepatnya memahami kata “cinta.”

Sunyi Teman Menyenangkan
            Siapapun, pasti langsung dapat beropini bahwa keberadaanku terkadang tak bisa membawa arti apa-apa bagi siapapun. Skalipun, itu adalah wanita yang kucintai. Menuntut kesempurnaan, ingin mengubahku menjadi seperti yang mereka inginkan, bukanlah cara yang cocok untuk membuatku bisa bertekuk lutut dihadapan siapapun.
            Secinta apapun diriku pada wanita itu, tak mampu mengubahku seperti yang mereka inginkan. Bukankah mencintai ibarat menuangkan air ke dalam wadah sama banyak, agar air yang ditampung tidak tumbah atau kurang. Jika rasa sayang itu, seakan memberikan hak lebih untuk mengatur hidup orang lain, itu bukan cinta. Tetapi, seperti masuk dalam pendidikan militer yang suka atau tidak, harus dilakukan.
            Mungkin aku tipe lelaki yang cukup keras dan susah untuk dimengerti. Hanya kesunyian malam yang kadang mampu memberi ruang lebih pada jiwaku yang terkekang. Pekatnya malam bagai pintu masuk untuk mengetuk jiwaku yang tertidur lelap.
            Ya.. aku yang terlahir di keluarga yang terbilang cukup mampu, bahkan bisa dibilang di atas taraf hidup orang kabanyakan. Tetapi, apa yang diberikan keluargaku sebenarnya harus dibayar dengan hidup terpisah dari orang tua. Jadi, kesendirian merupakan hal biasa. Itulah sebabnya jiwaku tumbuh semaunya, sekenanya dan semampu aku membentuknya. Tidak ada tekanan bahkan intervensi terhadap apa yang akan aku lakukan. Semuanya kulakukan sendiri.
            Semasa sekolah saja, aku sudah terbiasa tak bertemu dengan ayah dan ibu. Apalagi, ketika menginjakkan kaki di perguruan tinggi di kota yang berbeda. Kesempatan bertemu tentunya jauh lebih berkurang, dibandingkan ketika masih di kota yang sama. Sehingga, akupun harus memaksakan pribadiku tumbuh dan berkembang secara mandiri dalam hal yang sesungguhnya, yakni melakukan apapun seorang diri tanpa bantuan siapa-siapa.  
            Itulah sebabnya, sunyi menjadi teman dalam keabadian yang mengajarkanku segala hal. Sunyi yang membuatku dewasa, sunyi memberikan apapun yang kuinginkan. Ketika masalah menerpa, diriku lebih memilih mencari ruang yang sunyi, serta diam menjadi jawaban atas semuanya.
Jika ingin memahamiku, maka terdiamlah sejenak disampingku, karena terkadang melalui diamku, kau (seseorang yang entah saat ini dimana?) bisa memiliki jiwaku seutuhnya. Jangan hanya menjadi orang yang ingin merampas kebebasanku, tetapi jadilah wanita yang mampu memelukku meski tanpa jasad. Karena kerinduan sesungguhnya, hadir dari jiwa yang tertidur.
           
Mengenal Genta = Belajar Merasakan “Semua Hal” Menjadi Biasa
            Memang tidak ada yang sempurna, bahkan istimewa ketika mengenalku lebih jauh. Tapi, satu yang bisa saya janjikan bahwa Anda mungkin saya akan bahagia bersamaku, ketika saling mengerti dan memahami itu diimplementasikan dalam menjalin hubungan.
            Banyak orang bahkan beberapa wanita yang pernah dekat denganku, selalu mengatakan bahwa “Genta kurang menyenangkan, bahkan tidak seasyik yang pernah terpikirkan.” Cukup mengelidik memang, tetapi itu hak setiap orang untuk memberikan penilaiannya terhadap diriku.
            Dewi fortuna seakan tidak pernah merestui setiap hubungan yang berusaha kurajut bersama sang pujaan hati. Ataukah mungkin aku yang belum siap dengan kata “komitmen.” Apa yang ada dalam pikiran Anda, ketika seseorang membicarakan tentang komitmen? Hingga saat ini, aku pun tidak bisa menemukan arti dari kata tersebut.
            Ssssst….ssssttttt…..sssssttttttt, getaran handphone di kantung celana membuatku tersadar ketika sedang asyik duduk bersama Romi’s and the gank.
            “Lagi dimana? Dan sama siapa?”
            Tulisan yang terbantul di layar handphone, membuatku mengerutkan kening seakan berpikir keras untuk menemukan jawaban yang pantas untuk dibalaskan.
            Sssssst……Ssssttttt…….Sssssttttt, belum sempat dibalas, masuk lagi satu pesan yang bunyinya seakan menghakimi, itu menurut pikiranku saat itu.
            “Jangan pulang terlalu malam ya. Dan Jangan telat makan!!”
            Niat untuk membalas sms seketika hilang dan lenyap entah kemana, kuputuskan untuk meletakkan handphone di atas meja. Dan melanjutkan perbincangan yang terputus. Dilema memang, ketika mencintai dan menjalin hubungan. Terkadang sama rasanya dengan menyerahkan kedua tangan bukan untuk digenggam, melainkan diborgol dan harus siap melangkah kemana pun sang wanita itu pergi.
            Mungkin hal itu, merupakan salah satu alasan mengapa hubunganku harus kuakhiri. Meski terkadang, jiwaku tersiksa oleh bayangnya. Namun, ragaku masih belum siap untuk mengikuti apapun maunya.
            Cinta, bukan lagi hal yang istimewa dan bisa menjadi candu dalam keseharianku. Semuanya menjadi biasa, seperti pagi yang cerah pasti hangat oleh pelukan sang mentari, atau malam yang dingin akan tetap dingin meski bulan mencoba tuk merayu dan menampakkan wujudnya dengan indah.

Job, Jodoh Dan Hobi
            Pekerjaan merupakan sesuatu yang kini menjadi pelarianku tuk sembunyi dari kenyataan hidup. Tetapi, untungnya pekerjaan yang kujalani adalah hobi yang menimbulkan rasa nyaman dan senang bersamaan.
            Meski, jujur penghasilan yang didapatkan tidak pernah mencukupi untuk keperluaan pribadiku. Namun, karena hobi, semuanya kujalani dengan rasa bahagia. Selain pekerjaan yang dapat memberikan nutrisi pada jiwaku yang gersang, hobi otomotif dan menjadi pelaku jual beli barang di dunia online, memberikan nafas buatan pada masalah kantungku tentunya.
            Pekerjaan yang ok, membuatku dapat melupakan masalah jodoh yang terkadang membuat jiwaku gelisah. Gelisah memikirkan tentang apa dan bagaimana caranya tuk memulai membina rumah tangga bersama seseorang? Bagaimana masa tua yang kuinginkan? Apakah sanggup aku menjadi nahkoda dan mengarungi samudera kehidupan bersama seseorang? Bagaimana ketika anak-anak telah dihadirkan dan melengkapi hidupku?
            Cukup sulit memang tuk menemukan jawabannya. Mungkin satu yang harus dilakukan, jalani dan hadapi. Tuhan pun melarang umatNya untuk terlalu banyak berpikir dan bertanya akan takdirnya, bukan? Untungnya aku terlahir dari orang tua yang tidak pernah menambahkan kesulitan dalam hidupku, dengan menanyakan sesuatu yang berkaitan tentang “Jodoh.”
            Tetapi, semuanya berefek pada pembentukan karakter yang terkesan diam dan Jaim alias Jaga Image. Padahal, diam bukan karena suka atau hobi, tetapi diam lebih memberiku kesempatan tuk mengerti lebih banyak sikap orang-orang yang berada di sekelilingku, meskipun akhirnya membuat diriku terkesan cuek dan tak acuh.
            Pencaharianku akan jodoh, mungkin masih panjang. Sikapku yang diam juga mungkin sudah menjadi salah satu hal yang melekat dan sulit tuk dipisahkan. Berharap, ketika suatu saat diriku bertemu dengan wanita terbaik yang akan menjadi ibu dari anak-anakku, semuanya akan berubah. Berubah ke arah yang lebih baik tentunya.
Begitulah Lika Liku Lelaki. Genta adalah salah satu jiwa lelaki yang masih akan terus berjalan mencari dan berusaha menemukan dirinya pada satu titik yang akan mengubah kehidupannya. Entah sampai kapan? Mungkin saja besok, mungkin juga membutuhkan waktu yang tidak cepat? Setidaknya dengan saling bercerita dan berbagi kisah akan membuat Genta, Anda atau siapapun bisa lebih mengerti arti kehidupan yang dititipkan pada jiwa yang ditiupkan oleh sang kuasa untuk berdiri dan berjalan di muka bumi ini.

THE END