EVERY
DAY WRITING 02 (30 JULI 2013)
Upssss…….
Pagi ini, cuaca sedikit mendung. Awan
kelabu menggelayut manja di angkasa, sehingga mentari tidak bisa eksis hari
ini. Mungkin sama yang dirasakan oleh Dita. Setelah kemarin Dita hanya menghabiskan
waktu di alam mimpi, hari ini Dita bertekad akan melakukan semua rencananya
yang tertunda. Mulai dari jogging,
mandi lebih pagi, terus menyatroni salon untuk mempercantik diri.
“Cklek…..cklek” Dita membuka pintu depan
rumah pelan-pelan. Ibarat maling yang masih amatir, Dita berjalan mengendap-endap
sambil menenteng sepatu jogging-nya. Penampilannya
pagi ini, mirip dengan instruktur senam di kelurahan. Selain pakai celana
pendek, jaket parasut, ikatan kepala dengan warna mencolok yang tak lupa
disematkan untuk menutupi rambutnya. Dita juga menggunakan kaos kaki yang tak kalah
hebohnya dengan warna ikat kepalanya.
Mendengar pintu depan dibuka oleh
seseorang, Mama sambil berbisik membangunkan Papa yang kembali terlelap setelah
shalat subuh.
“Pa..Papa…aduuuuhhh, Paaaa…..,
bangun.. Paaaa….Papa”
“hmmmm….” Papa hanya menggeliat
tanpa membuka mata
“Paaaaaa…….Papa……… bangun dong, ada
yang penting nih Paaaaa,”
“Kenapa sih Ma? Berisik banget. Apa yang
penting di pagi buta kayak gini?”
“Pintu depan Pa, Pintu depan”
“Kenapa Ma? Kenapa Pintu depannya?
Mama lagi ga ngidam mau diambilin pintu depan rumah sendiri kan, seperti waktu
ngidam Karina..Mama juga bangunin Papa kayak gini, mau diambilin engsel pintu
pagar”
“Papa…Mama ga becanda Papa,”
“Terus kenapa pintu depannya Ma?”
“Seperti ada yang coba buka, Pa”
“Ahhhhhh, yang benar Ma?” Papa
meloncat turun dari tempat tidur, memperbaiki sarungnya, mengambil tongkat
kasti yang sengaja diletakkan dibelakang pintu kamar tidur mereka.
“Ayo, Ma. Kita lihat siapa yang
berani-beraninya masuk rumah mantan pemain kasti hebat kayak Papa ini,”
“Baru menang satu kali diperlombaan
17-an saja, lagaknya sudah jadi atlet nih.. Papa,”
“Iyaaa, ga ada yang larang toh Ma,” Papa
tersenyum keki mendengar pernyataan istri tercintanya.
“Ayooo..Ma, buruan! Nanti barang-barang
kita sudah pada diambilin sama tuh maling,”
Dita yang tidak tahu bahwa bunyi
berisik kunci pintu tadi telah membangunkan kedua orang tuanya. Dita tetap
asyik mengikat tali sepatu jogging-nya
yang warnanya juga tidak kalah menterengnya dengan kaos kaki. Sepatunya
berwarna kuning terang, kaos kaki biru langit, celana pendek warna hijau, jaket
parasut warna pink, ditambah ikat rambut warna coklat dan orange. Perpaduan warna
yang cocok untuk rainbow cake.
Dita memang selalu menggunakan warna
yang mencolok, setelah kejadian tabrak lari yang dialaminya 2 tahun lalu. Itu lantaran,
selimut hitam masih meninabobokan sang surya, ketika Dita memutuskan akan jogging dengan mengenakan pakaian serba
hitam kebesarannya. Jaket hitam, sepatu hitam, ikat rambut hitam, dan celana training hitam. Alhasil, belum sampai
perempatan kompleks Dita disambar oleh pengendara motor yang ugal-ugalan di
subuh hari. Sejak itu, Dita memutuskan untuk menggunakan pakaian serba
mentereng saat jogging, takut kejadian
buruk itu kembali terjadi, lantaran pengguna jalan mengira tidak ada orang yang
sedang jogging.
“Pa…papa.. itu orangnya.. gila aja,
mencolok banget tuh pakaian yang dipakai buat maling rumah orang,” Mama berbisik
sambil menunjuk orang yang sedang duduk di depan pintu.
“Iya Ma.. apa komplotan perampok
rainbow kali Ma ya,” Mama mencoba menahan tawanya mendengar celotehan Papa
barusan.
“Bisa-bisanya ada perampok rainbow
berkeliaran,” Batin Mama juga ikutan geli.
“Hehehe,…. Papa ada-ada saja,”
“Husssss…. Nanti malingnya kabur Ma,
jangan berisik,”
Baru saja Dita ingin beranjak
meninggalkan tempat duduknya menuju pintu, tiba-tiba sebuah pentungan melayang
dengan sukses ke kepala Dita.
“ADUUUUUHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH,……….AAaaOOOOwwwWWWWWWW,”
“Pa..koq suaranya, suara perempuan
Pa?”
“Iya ya, Ma”
“Mirip suara Dita lagi Pa”
“Masa sih, Ma?”
“AduuuuuHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH……
AAAAaaaaaaaooooooowww,”
Mendengar keributan di ruang tamu, Karina
dan Andi keluar dari kamarnya masing-masing.
“Ada apa sih? Koq ribut pagi-pagi
gini?” sewot karina sambil masih mengucek kedua matanya.
“Iya nih, inikan masih gelap. Andi
kan masih ngantuk” Andi ikutan sewot, sambil mengalakan lampu ruang tamu.
“Papa…Mama… Kak Dita????”
“Pada ngapain sih, bawa tongkat
kasti? Karina-kan masih ngantuk.”
“Kak Dita, kenapa? Koq sudah mencolok
banget pagi-pagi buta kayak gini. Sudah pakai sepatu andalan lagi,”
“Mama sih, tuh bukan maling?”
“Papa..juga sih yang salah, kenapa
langsung main tabok aja, ga nanya-nanya dulu. Apa dia maling atau anak kita,”
“BERRIISIIIIIKKKKKKK!!!!, Dita sakit
nih Ma, Pa. koq malah saling nyalahin. Bukannya ngeliat keadaan anaknya dulu
kek,”
Mendengar omelan Dita, mama langsung
mendekat dan mencoba melihat kepala Dita yang kena pentungan Papa tadi.
“Kamu ga apa-apa nak? Aduhhh… anak
mama yang cantik, kenapa ga bilang-bilang mau keluar pagi-pagi? Emangnya pakai
baju seheboh ini, mau kemana Ta?”
“Ke pasar,” jawab Dita dengan sebal.
“Ke pasar?? Koq pakaiannya gini? Trus
koq ga ngajak-ngajak Mama?”
“Mama…..Adduuuhhhhhhhhhh, dalam
keadaan gini, Dita mohon Mama ga usah becanda deh. Masa Dita sudah pakai sepatu jogging gini mau ke pasar. Percaya aja
lagi apa yang Dita bilang,”
“Ohhh…mau jogging toh, kirain mau ngelenong soalnya pakaian anak mama yang
cantik ini, heboh banget warnanya,” ujar Mama prihatin sambil ngelus kepala
Dita yang benjol.
Papa, Andi, dan Karina yang
mendengar ocehan Mama mencoba untuk tidak terbahak, karena takut Dita semakin
emosi dan bakal mencak-mencak seharian. Andi dan Karina memutuskan untuk
kembali ke kamar masing-masing. Belum sempat Papa berbalik dan melangkah menuju
kamar, Dita minta pertanggung jawaban.
“Papa mau kemana?? Setelah pentungan
kasti itu mendarat di kepala Dita, trus Papa mau pergi gitu aja, tanpa tanggung
jawab sedikit-pun?”
“Hmmmmm…eeehhhhh,” Papa jadi salah
tingkah mendengar kata-kata Dita.
“Pokoknya Dita minta Papa tanggung
jawab!!” masih sambil memegangi kepalanya yang benjol kayak telur ayam. Mama yang
melihat benjol Dita semakin besar, berlari ke dapur untuk mengambil sesuatu.
“Tanggung jawab ya, Ta?”
“Iya Pa, tanggung jawab”
“Emang dengan cara apa?”
Otak ga mau rugi Dita berputar
dengan cepat.
“Duit saja deh Pa,”
“Ohh..Duit? berapa?”
“Cukuplah untuk ke salon Dita nanti
siang,” Senyum Dita mengembang, dengan anis kanan naik turun.
“Ok, Ta. Maafin Papa ya.. Ini
gara-gara Mama kamu tuh,” ucap Papa sambil ngelus kepala Dita yang benjol. Belum
sempat Papa kembali berbalik, dari arah dapur Mama berlari membawa pisau. Melihat
Mama dengan pisaunya, Dita dan Papa panik dan berhampuran masuk ke kamar
masing-masing.
“Koq, pada lari sih? Mama-kan Cuma mau
minta tolong Papa buat ngempesin benjol Dita dengan pisau ini. Aneh.. Ya sudahlah
kalau gitu,” Mama kembali masuk ke dapur dan mulai kegiatan ibu rumah tangganya
di pagi yang masih gelap.
Akhirnya Dita kembali bersemedi di
kamarnya dengan benjol merah mudanya. Rencana ke salon terpaksa ditunda sampai
batas waktu yang tidak bisa ditentukan, hingga benjolnya kempes. Malukan sama
orang, apalagi kalau ada cowok ganteng di Salon.
“Upsss….. ketahuan deh, tujuan ke
salonnya mau ngapain..hehehe, kan sekalian, berhubung salon di Mall, apa
salahnya kalau menyelam sambil minum air hehehe,”
Akhirnya Gagal lagi deh Dita ke
Salon, Apa besok Dita masih kepikiran ke salon ya? Saya juga masih belum tahu,
tunggu besok ya pembaca kelanjutannya.
UPpsSSSS…….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar