EVERY
DAY WRITING 03 (31 JULI 2013)
GuBRAaaakkk…..
Pagi yang cerah, hangatnya sinar
matahari seakan ingin memeluk setiap manusia-manusia yang beraktivitas di luar
rumah pagi ini. Setelah, kemarin mendung yang menggalaukan hati, hari ini
matahari tidak lagi bermuram durga.
Suasana yang sama terlihat di
Kompleks Perumahan Permadani Indah, semua keluarga yang tinggal di kompleks
itu, bersemangat dan sudah mulai sibuk dengan kegiatan mereka masing-masing
sejak pagi buta.
Kecuali rumah kediaman Bapak Baskoro
Iman, rumah yang terletak di gang buntu blok E, masih lengang dari kegiatan.
Rumah yang dihuni oleh Dita, Ibu, bapaknya, dan kedua adik tercintanya ini,
tampak adem-adem saja pagi ini. Tidak sesemangat para tetangga yang memutuskan
untuk beraktivitas di luar rumah, ada yang menyapu, jogging, bahkan ada yang hanya duduk-duduk kayak orang bule yang lagi berjemur di pantai.
“Kriingggggg…..Kriiingggggggggggg…Kriiinngggggg”
jam Beker Dita mengagetkan seluruh penghuni rumah.
Bukannya bangun dan mematikan jam
beker yang bunyinya semakin menggila, Dita malah menarik bantal menutupi
kepalanya, dan melanjutkan mimpi indahnya yang sempat terputus.
“Kriiiiiiiiiiinggggggg…Kriiiinggggg….Kriiiiiiiinggg”
“Ditaaaa…….. matiin jam bekernya,
Mama puyeng dengernya”
“Kriiiiiiiiiiiinggggggg…Kriiiiiiiiiinngggg…Kriiiiiiinggggg”
“Ditaaa…” suara berat Papa ikutan
membangunkan Dita dari ruang tamu.
“Matiin jam bekernya Ta, nanti Mama
kamu uring-uringan tuh. Mogok kerja dan mogok masak lho hari ini,”
Mendengar kata “mogok” seketika Dita
meloncat dan menyambar jam bekernya. Mematikannya dan melempar jam beker ke
lantai kamar, lalu kembali terlelap. Dita bukan takut dengan kata “Mogok” tapi
kalau Mama yang mogok, semuanya kacau tak terkendali. Tidak ada masakan, tidak
boleh ada yang berisik, tidak boleh nonton TV, pokoknya kacau. Seperti kembali
di jaman yang tak ada listrik deh. Pernah Mama mogok dua hari berturut-turut,
rumah bagaikan ditinggal mudik sama penghuninya.
“Taaa….. Papa mau berangkat kantor
nih?”
“hmmmmmm…………..”
“Taaa……Ditaaa….. Papa udah mau
berangkat berenan nih, ga main-main,”
Mendengar kata-kata Papa, Mama jadi
ikutan nimbrung.
“Memangnya Papa pernah ya ke kantor
sambil main-main? Emang main-main apa Pa di kantor? Koq Mama baru tahu
sekarang. Kenapa ga pernah cerita, padahal kalau permainannya asyik kan Mama
mau dong diajak ke kantor,” Mama memasang buka seriusnya, menunggu jawaban
Papa, dan menghentikan sejenak kegiatannya.
Mendengar ocehan istri tercintanya,
Papa hanya bisa tersenyum. Senyum semanis yang Papa bisa.
“Pa..koq ga dijawab? Main-mainnya
asyik ga?”
Tanpa memberi jawaban ke Mama, Papa
melanjutkan memanggil Dita di ruang makan, persis di bawah kamar anak
sulungnya. Melihat Papa tidak memberi respon atas pertanyaannya, Mama lalu
melanjutkan kesibukkannya.
“Ditaaa… emangnya ga mau ya? Kalau
ga mau Papa tanggung Jawab, ya udah deh Papa pergi kantor aja”
Mendengar kata “tanggung jawab”
untuk kali keduanya Dita kembali meloncat, dan tak lupa menyisir rambutnya,
sebelum melangkahkan kaki menuruni tangga. Belum sempat bergeser ke arah pintu,
kakinya tersandung jam beker yang tadi dilempar seenaknya. Dita jatuh dan
kepalanya yang kemarin benjol kembali terbentur.
“ADDddddddddduuuuuuuuuuuhhhhhhhhh……….
AAaoooowwwwwwwwwww”
“Ta.. kamu baik-baik saja kan nak?”
Papa jadi khawatir mendengar teriakan nyaring Dita. Mama yang mendengar
teriakan anak gadisnya menghentikan kegiatannya dan berlari ke arah ruang
makan.
“Dita.. kenapa Nak, ada yang mentung
kepala kamu lagi ya?” Papa hanya bisa bengong mendengar pertanyaan Mama
barusan.
“Dita ga apa-apa Ma, Pa”
“Koq kamu teriak tadi? Teriakannya
mirip waktu kamu dipentung sama Papa”
“Husss… Mama bilang apa sih?”
“Memang benarkan, emangnya Papa
sudah lupa dengan kejadian kemarin” Papa hanya bisa tersipu malu.
“AAAAaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh”
sekali lagi teriakan Dita menggegerkan sausana pagi yang cerah.
Mendengar teriakan Dita, Mama
berlari menaiki anak tangga disusul Papa dibelakangnya. Beberapa tetangga yang
mendengar teriakan Dita, berlari mengepung rumah paling pojok di blok E itu.
“Astagaaaaa….. naga…. Kepala kamu
Ta, benjolnya jadi beranak gitu”
“Mamaaaaa….. kepala Dita sakit koq
masih digodain sih”
“Ya Ampun Ta, benjol kamu kenapa
nak? Jadi kayak menara pisa?”
“PAPAaaaa… sakit nih,”
“Ma..ambil pisau, biar Papa kempesin
benjolnya”
Belum sempat Mama turun, terdengar
suara ribut-ribut diluar pagar rumah.
“Tante Elena….Tannnntteeeee” Teriak
Reza anak tetangga samping rumah.
“Dita..Papa… sabar ya, Mama lihat
keadaan diluar dulu,” Papa hanya menjawab dengan anggukan, karena serius
melihat keadaan Dita yang masih merintih kesakitan.
“Eh…Ca.. ada apa? Eh bapak..ibu, koq
pada rame ya di depan rumah. Padahalkan, saya lagi ga buat hajatan hari ini,”
ujar Mama sambil membukakan pintu pagar.
“Siapa yang teriak kesakitan tadi
tante?” Reza terlihat panik.
“Siapa bu Elena yang kesakitan?”
Tanya ibu RT yang kebetulan ibunya Reza.
“Ada yang teriak ya? Koq saya ga
denger?”
“Tanteee… teriakannya dari dalam
rumah tante koq barusan” Mama Dita masih berusaha berpikir keras mendengar
pertanyaan Reza dan beberapa tetangga yang juga ikutan panik.
“AADDDDDUUUUUUuuuuuuuuuhhhhhhh,
Sakit PAAAaaaaaaaaaa”
“Nah, itu tante..ada yang teriak
kesakitan,”
“Astaga…maaf ibu-ibu, bapak-bapak, saya
tinggal dulu. Saya harus cepat-cepat ambilin pisau buat Dita,”
“Astaga… Dita kenapa Tante”
“Dita mau bunuh diri ya, bu Elen?”
“Tante….”
“Ibu…buuu…Elena”
Tanpa menjawab rasa penasaran para
tetangga, Mama berlari menuju dapur, mengambil pisau dan masuk ke dalam rumah.
Para tetangga yang penasaran, ternyata juga ikutan masuk ke dalam rumah.
Di ruang tamu, sudah ada Papa yang
serius membaca mantra setelah diberikan pisau sama Mama. Dita duduk disalah
satu sofa dengan wajah yang menahan sakit. Para tetangga berkerumun di belakang
Papa. Ada yang menyemangati, ada yang bantu doa sambil berdzikir, ada malah
yang mengajarkan Papa doa yang harus dibaca saat menekan pisau di atas benjolan
Dita.
“Pak Baskoro ini doa yang bagus dibaca pak…
Bismillahir romanir rahim, Fadamdama Alaihim Rabbuhum, Bisam Ihim Fasauwaha..
Allah dapat meratakan gunung sekalipun. Ayo pak” Pak Agung memberi instruksi.
“Bismillahir romanir rahim,
Fadamdama Alaihim Rabbuhum, Bisam Ihim Fasauwaha,”
“Aaauuuuuuuuuuuoooowwwwwwwww…Sakiiiiiiittttt
Paaaaaaaa,”
“Sekali lagi Pak,”
“Bismillahir romanir rahim,
Fadamdama Alaihim Rabbuhum, Bisam Ihim Fasauwaha,”
“AAAaaaauuuuoooowwwwwwwww….AAaaaaaaaaaaaaaaaaa”
“Sekali lagi Pak, cukupin tiga kali.
Biar afdol”
Baru saja Papa mengangkat Pisau,
Dita sudah menghilang dari tempat duduknya. Semua orang yang ada didalam rumah
ikutan panik.
“Ditttaaaa….
Diiittttt…..TTTaaaaaaaaaaaaaaaaa, kamu dimana? Sekali lagi saja, biar kamu
sembuh”
Dita berlari sekuat tenaganya,
berlari hingga kakinya lelah untuk diajak melangkah. Ternyata Mama ikut berlari
sejak tadi.
“Ditaaaa….tungguin Mama nak, capek
nih,”
Dita kaget melihat Mamanya yang juga
ikut berlari, karena kaki tidak kuat lagi melangkah. Akhirnya keduanya memilih
duduk di pos satpam di ujung kompleks.
“Mama koq ikutan lari sih?”
“Lah…Dita kenapa lari tadi? Padahal
tinggal sekali lagi diolesin pisaukan ke benjolnya sama Papa”
“Sakiiittt…iitttt…iitttt Mama, kalau
ga sakit kenapa Dita harus lari,”
“Eh ada neng Dita dan Ibu Elena?
Tumben pada nongkrong di mari?” sapa Pak Sukri Satpam kompleks.
“Pak Sukri, Apa kabar pak?” tegur Mama
“Baik Bu Elena, eh lho…” Pak Sukri
celingukan melihat keadaan Dita dan Mama.
“Kenapa Pak?” Dita dan Mama ikutan
celingukan.
“Ibu dan neng Dita koq kompakan
banget ya?”
“Kompakan?” serempak Dita dan Mama
memasang tatapan penuh tanda tanya.
“Iya, kompakan ga pake alas kaki..
memangnya dari mana dan mau kemana nih?”
Dita dan Mama hanya tersipu.
“Eh, neng kenapa tuh jidat? Kayak ada
telur asinnya?” Pak Sukri melotot sambil nunjuk benjol Dita yang semakin parah.
“Kecedot lemari pak, biasa anak muda
jaman sekarang….”
“Iya, biar lemari mau dipacarin pak,”
patong Mama sambil tersenyum. Dita jadinya pasang muka sewot deh.
“lhoo…lhooo..orang-orang blok E, koq
pada lari-larian gitu ya? Pak Baskoro juga ikutan.. lhooo… koq pak Baskoro bawa
pisau sih? Ada apa ya?”
Mendengar perkataan pak Sukri, Dita
sudah mau kabur lagi, tapi tangannya ditahan sama Mama.
“Ta.. Mama capek kalau lari lagi,” Akhirnya
Dita pasrah.
“Naahh.. akhirnya ketemu juga,”
“Sekali lagi ya nak Dita, soalnya
bacaannya bakal ampuh dan berhasil kalau dibaca tiga kali,”
“Iya deeehhhh,”
“Aaaaaooouuuuwwwwwww….AAAAaaaaaaaa…..Aaaaoouuuwwwwww”
“Nah, sudah beres deh, ayo ibu-ibu,
bapak-bapak, kita pulang,” Pak Agung memberi komando.
“Ca.. kamu masih mau tinggal ya?”
“Ga apa-apa kan Pak, kasian Dita. Tuh
masih kesakitan gitu”
Dita diantar pulang sama Reza
sahabatnya sejak kecil. Ada Mama dan Papa mengekor di belakang mereka berdua.
“Pa.. kenapa belum berangkat kerja?”
“Papa ga kerja hari ini, bagaimana
kalau kita ke salon dan makan diluar”
“Asyyiiikkkkk….”
“Trus Karina dan Andi Pa? mereka kan
masih di sekolah,” mama ingat kedua anaknya yang sedari pagi ninggalin rumah.
“Eca, boleh ikut juga kan Om”
“Ahhh… koq kamu mau ikut juga sih
Ca, salonkan buat perempuan?” Dita melotot lihat Reza yang ikutan senang mau ke
salon.
“Ya..memangnya salon Cuma buat kaum
hawa saja,” jawabnya ngotot.
“Iya..kan Om?”
“Ga tau juga ya? Om Cuma mau ikutan
ke mall sih, ga mau ke salon. Ngapain juga ke salon, emangnya om cowok apaan” ujar
Papa Dita sambil memperagakan gaya alay cowok salon.
“Yaaaaahhhh… ga jadi deh masuk salon
lagi. Padahal, enak Om. Reza sering koq setiap minggu luluran di salon,”
“LULURAN…Cowok Luluran,” serempak
mereka menatap Reza dengan penuh selidik.
“Pantesan kulit Eca kinclong, muka
ga jerawatan, dan alis sangat OK banget buat seorang cowok,” Dita membatin.
“Teman-teman Eca juga koq, sering ke
salon. Termasuk gebetan kamu tuh Ta, sih Brian. Dia kali yang ajarin kita-kita
nyalon. Kata dia sih, biar nyalon yang penting ga ngondek ciiiinnnn,”
“Aaaahhhhhhhhhhhhh Brian, cowok maco
bin kece itu, nyalon..” belum selasai pernyataan Dita, tiba-tiba terdengar
suara Gubraaakkkkkkkk.
Dita syok mendengar pernyataan Reza,
akhirnya pingsan di depan rumahnya sebelum sempat ke salon bareng keluarganya.
Brian aja ke salon Ciiiiiiinnnnnn…. Gubrrraaakkkkk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar