FF2N1
(Sesi 2)
Indahnya
Rasa Ini
Waktu masih duduk di Sekolah Dasar,
kutemukan arti kata Cinta. Meski, teman-teman memandang aneh pada diriku saat
itu. Soalnya kami, baru saja seminggu resmi dinyatakan sebagai murid kelas 1 SDN
Merdeka.
“Cinta itu, rasanya seperti
coki-coki. Rasa coklat yang selalu ada di setiap kali kita bertemu sama orang
yang kita suka,” ujarku asal saat pelajaran belajar membaca di kelas.
Teman-teman luguku hanya memandangku
dengan tatapan bingung. Tetapi, mereka tetap manggut-manggut tanda setuju apa
yang baru saja kukatakan kepada mereka.
Waktu umurku sudah semakin dewasa,
tepatnya pada saat diriku sudah duduk dibangku kelas 3 SMP. Definisi cinta
kembali kudapatkan. Rasa yang dulunya, rasa coklat nan manis. Kini sedikit
berubah.
“Cinta itu, hampir sama dengan kalau
kita makan rujak. Banyak pilihan buahnya. Namun, kita selalu memilih yang
paling manis untuk dicicipi paling awal. Dan, jika pilihan tidak lagi ada yang
manis, yang kecut-pun seperti mangga, bisa terasa manis pada akhirnya,” jelasku
disela-sela waktu istirahat di kantin sekolah.
Beberapa teman setuju dengan
pendapatku tentang cinta. Ada juga yang menganggap cinta adalah hal yang tabu
untuk dibicarakan kepada orang lain.
Tetapi, saat diriku sedang
asyik-asyiknya menikmati masa-masa SMA yang penuh gairah anak muda. Justru definisi
cinta yang lain kembali kutemukan.
“Cinta itu, tidak lagi seenak makan
rujak dan makan coki-coki saat kanak-kanak. Cinta lebih tepatnya bisa disamakan
dengan main basket. Semakin kita berkeringat, semakin muncul rasa percaya diri
untuk menguasai bola di lapangan basket. Dan, semakin berbau busuk kaos kaki
yang kita gunakan, semakin menandakan kita telah menemukan arti sesungguhnya
dari kenikmatan menjadi kapten Basket. Sama dengan cinta,” ujarku bersemangat
di tengah lapangan upacara sekolah saat diriku harus berdiri 2 jam, menjalani
hukuman akibat terlambat dan tidak mengikuti upacara bendera hari ini.
Tetapi, semua definisi yang kubuat
dahulu, ternyata semuanya tidak begitu jitu. Saat diriku memasuki dunia kerja,
definisi dan wajah cinta yang berbeda-pun kudapati. Tidak sempat kunikmati,
hanya sebagai penonton setia, dari setiap adegan cinta yang terjadi di
sekelilingku.
“Menurut orang bijak cinta itu tidak
perlu dicari, tetapi harus ditunggu saja. Tetapi, nyatanya cinta bukan hanya
mengajarkan kita satu rasa. Namun, cinta memiliki lebih dari semua rasa buah
yang ada di campuran rujak. Cinta juga kadang kejam, kadang malah berbaik hati.
Karena, kata mereka yang menyalahgunakan arti cinta, mencicipi dua cinta dalam
satu waktu, akan lebih nikmat rasanya,” jelasku pada teman kantor di sebuah
cafe sepulang kerja.
“Tetapi, yang jelas. Cinta itu
adanya di hati bukan di dompet,” sambungku sambil tersenyum manis.
“Dan, yang jelas memiliki Cinta
hanya satu itu basih,” tawaku lepas, membuat seisi cafe menatap dengan bingung.
“Makanya, cinta setiamu tak kau
temukan hingga kini. Terlalu banyak teori sih dirimu ini Teri,” senyum nakal
rekan kerjaku menimpali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar