Rabu, 15 Mei 2013

Indahnya Rasa Ini


FF2N1 (Sesi 2)
Indahnya Rasa Ini

            Waktu masih duduk di Sekolah Dasar, kutemukan arti kata Cinta. Meski, teman-teman memandang aneh pada diriku saat itu. Soalnya kami, baru saja seminggu resmi dinyatakan sebagai murid kelas 1 SDN Merdeka.

            “Cinta itu, rasanya seperti coki-coki. Rasa coklat yang selalu ada di setiap kali kita bertemu sama orang yang kita suka,” ujarku asal saat pelajaran belajar membaca di kelas.

            Teman-teman luguku hanya memandangku dengan tatapan bingung. Tetapi, mereka tetap manggut-manggut tanda setuju apa yang baru saja kukatakan kepada mereka.

            Waktu umurku sudah semakin dewasa, tepatnya pada saat diriku sudah duduk dibangku kelas 3 SMP. Definisi cinta kembali kudapatkan. Rasa yang dulunya, rasa coklat nan manis. Kini sedikit berubah.

            “Cinta itu, hampir sama dengan kalau kita makan rujak. Banyak pilihan buahnya. Namun, kita selalu memilih yang paling manis untuk dicicipi paling awal. Dan, jika pilihan tidak lagi ada yang manis, yang kecut-pun seperti mangga, bisa terasa manis pada akhirnya,” jelasku disela-sela waktu istirahat di kantin sekolah.

            Beberapa teman setuju dengan pendapatku tentang cinta. Ada juga yang menganggap cinta adalah hal yang tabu untuk dibicarakan kepada orang lain.

            Tetapi, saat diriku sedang asyik-asyiknya menikmati masa-masa SMA yang penuh gairah anak muda. Justru definisi cinta yang lain kembali kutemukan.

            “Cinta itu, tidak lagi seenak makan rujak dan makan coki-coki saat kanak-kanak. Cinta lebih tepatnya bisa disamakan dengan main basket. Semakin kita berkeringat, semakin muncul rasa percaya diri untuk menguasai bola di lapangan basket. Dan, semakin berbau busuk kaos kaki yang kita gunakan, semakin menandakan kita telah menemukan arti sesungguhnya dari kenikmatan menjadi kapten Basket. Sama dengan cinta,” ujarku bersemangat di tengah lapangan upacara sekolah saat diriku harus berdiri 2 jam, menjalani hukuman akibat terlambat dan tidak mengikuti upacara bendera hari ini.

            Tetapi, semua definisi yang kubuat dahulu, ternyata semuanya tidak begitu jitu. Saat diriku memasuki dunia kerja, definisi dan wajah cinta yang berbeda-pun kudapati. Tidak sempat kunikmati, hanya sebagai penonton setia, dari setiap adegan cinta yang terjadi di sekelilingku.

            “Menurut orang bijak cinta itu tidak perlu dicari, tetapi harus ditunggu saja. Tetapi, nyatanya cinta bukan hanya mengajarkan kita satu rasa. Namun, cinta memiliki lebih dari semua rasa buah yang ada di campuran rujak. Cinta juga kadang kejam, kadang malah berbaik hati. Karena, kata mereka yang menyalahgunakan arti cinta, mencicipi dua cinta dalam satu waktu, akan lebih nikmat rasanya,” jelasku pada teman kantor di sebuah cafe sepulang kerja.

            “Tetapi, yang jelas. Cinta itu adanya di hati bukan di dompet,” sambungku sambil tersenyum manis.

            “Dan, yang jelas memiliki Cinta hanya satu itu basih,” tawaku lepas, membuat seisi cafe menatap dengan bingung.

            “Makanya, cinta setiamu tak kau temukan hingga kini. Terlalu banyak teori sih dirimu ini Teri,” senyum nakal rekan kerjaku menimpali.

             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar