Tidak terasa perjalanan kami selaku
pejuang aksara (Relawan NBS) sudah masuk ke pertemuan ketiga. Pertemuan yang
mengharuskan setiap siswa untuk menuliskan kisah terkait masakan ibu mereka.
Pejuang Aksara "Vivi" yang bertindak sebagai Pengajar Utama |
Setiap anak terlihat antusias,
mengambil kertas dan buku diary yang dibagikan sejak pertemuan pertama. Mulai merangkai
kata dan membayangkan masakan ibu mereka yang pastinya lezat dan mereka sukai.
Siswi Kelas 4 A Sedang Menulis Kisah "Masakan Ibuku" |
Ekspresi inilah yang setiap
pertemuan selalu ku tunggu, ekspresi yang penuh keceriaan dan tidak ada kata
mengeluh ketika menerima tugas dari pejuang aksara yang tiap minggunya
bertindak sebagai pengajar utama.
Selain, Muhammad Ramadhani, ada sosok
lainnya yang cukup membuatku penasaran. Hmmm lebih tepatnya gadis yang sedikit
cubby dan menggemaskan yang selalu menarik perhatianku. Baru pertemuan ketiga
ini, namanya ku simpan baik-baik dalam memori otakku. Ia menyebutkan namanya
dengan sedikit cadel, ketika kutanya selepas pertemuan ketiga,
“Ribka,” jawabnya singkat. Entah siapa
nama lengkapnya, yang jelas anak ini memang terlihat lebih bercahaya
dibandingkan yang lainnya.
Di kala kebanyakan temannya
mengenakan jilbab, Ia memilih untuk mengikat rambut ikalnya dengan cara
dikuncir. Tubuhnya yang tambun tidak menyurutkan keinginan atau impiannya yang
cukup membuatku tersenyum tak percaya. Ia bercita-cita ingin menjadi artis.
Benar saja, setelah pertemuan NBS
perdana, Fani seorang pejuang aksara melihat anak ini sedang mengikuti seleksi
penyanyi cilik di salah satu Mall ternama di Kota Makassar. Cukup mengangumkan
pikirku. Ketika, kebanyakan anak-anak hanya ingin menjadi dokter, ataupun
insinyur. Ia sudah dapat memutuskan dengan pasti bahwa tujuan langkahnya nanti
adalah menjadi public figure.
Keceriaan Usai Pertemuan Ketiga Di Depan Sekolah |
Namanya sempat disebut sebagai salah
satu anak yang harus membacakan kisahnya terkait masakan ibu di depan kelas. Ia
naik dengan pasti, tak menghiraukan riuhnya teman-teman yang lainnya, Ia tetap
membaca. Sesekali Ia hanya memandang ke arah sahabatnya yang duduk di deretan bangku
paling depan, sedikit memberikan senyuman layaknya seseorang yang sedang
membaca pidato kenegaraan yang penting untuk disimak.
Ribka Sedang Membacakan Kisahnya Terkait "Masakan Ibuku" |
Beberapa Anak Yang Sedang Membacakan Tulisannya Di Depan Kelas |
Diriku hanya memandangnya diantara
tumpukan buku diary dan kertas yang harus kubaca dan beri sedikit koreksi. Hatiku
sedikit lega, karena saya yakin bahwa program NBS ini akan membawa pengaruh
positif ke semua siswa yang ada di kelas 4 A SD Negeri Paccinang ini. Meski hingga
saat ini, hanya beberapa nama yang sempat singgah diingatanku.
Diriku Bersama Pejuang Aksara "Icha" Sedang Memeriksa Tulisan Siswa-Siswi Kelas 4 A |
Teringat kisah tentangku ketika
duduk di bangku kelas 4 SD, tak banyak cerita yang bisa ku tulis layaknya
anak-anak di kelas ini. Ini lantaran, keterbatasanku dalam menguasai aksara
masih sangat jauh dari mereka.
Sedikit memberi kejujuran tentang
kisah hidupku, saya adalah salah satu anak yang terlahir dengan keterbatasan. Keterbatasan
itu biasa disebut dengan “Diseleksia.” Keterbatasan yang membuat kemampuan mengkordinasikan
otak dan ucapanku ketika membaca sangat lambat. Bukan itu saja, ada sejumlah
huruf kerap kali susah kubedakan. Itulah sebabnya, dulu kegiatan menulis dan
membaca adalah dua hal yang sangat ku benci. Apalagi, ketika ada kegiatan
membaca berantai di pelajaran Bahasa Indonesia.
Namun, itu dulu ketika saya
menganggap bahwa keterbatasan itu adalah kekurangan yang harus kupeluk erat dan
menjauh dari dunia. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa hadirnya seorang ibu
yang sabar dalam kehidupanku, menumbuhkan 1001 harapan terkait dunia aksara. Apalagi,
jika Ia membujukku dengan menu-menu masakannya yang luar biasa. Pertemuan
ketiga ini, membuatku menemukan serpihan diriku yang kecil diantara senyum para
siswa.
Tidak pernah ada kata “seandainya”
dalam hidupku. Karena, semuanya sudah kulalui dengan sukses. Semua yang
kubenci, kini berbalik menjadi sesuatu yang mendatangkan rejeki dalam
kehidupanku. Berharap, anak-anak di kelas 4 A ini, juga mendapatkan titik balik
untuk mengambil jalan sukses dalam kehidupan mereka.
Membingkai Keceriaan Antara Pejuang Aksara dan Siswa-Siswi SDN Paccinang |
Meminjam kata-kata Pramoedya Ananta
Toer seorang Novelis ternama Indonesia. Ia mengatakan bahwa, “Orang boleh
pandai setinggi langit, tapi selama Ia tidak menulis, Ia akan hilang di dalam
masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”
Pertemuan NBS part II ini, tinggal 9
pertemuan lagi. Kami, para pejuang aksara akan melakukan yang terbaik, agar
para generasi bangsa ini, lebih mencintai dunia aksara. Tanggung jawab moril
yang seharusnya diemban oleh semua orang, ketika menginginkan sebuah perubahan
pada sistem pendidikan di negeri ini. Dan, kami memilih menjadi orang-orang
yang berada di garda depan untuk mewujudkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar