Jumat, 22 Januari 2016

Tetap Melihat Hal “Positif” Dibalik Kata Penolakan

LANGIT tidak secerah kemarin saat kucoba membuka kaca jendela di ruang kerjaku di kantor. Semuanya tampak abu-abu, seabu-abu hatiku yang dipenuhi kegundahan atas proyek yang sudah lama dijalankan, tetapi hari ini harus kembali diulang dari awal. Haruskah marah atau cukup hanya kecewa? Mengambil sikap pun jadinya tak mampu kulakukan, tidak seperti biasanya.

**
PEMINDAHAN tanggung jawab suatu proyek biasanya dilakukan karena ada masalah yang tak bisa diselesaikan, namun beda halnya ketika proyek ini harus dipindah-tangankan ke saya. Masalah yang dihadapi si penanggung jawab pada awalnya hanyalah masalah pribadi yang berakhir pada berkurangnya kesehatan fisiknya, sehingga dianggap tak mampu untuk menyelesaikan proyek dengan maksimal.

Ketika diajak meeting untuk pertama kali, bekalku hanya satu yakni konsep jadi yang sudah dibuat dan dirapatkan dengan si penanggung jawab pertama. Sebenarnya banyak keuntungan yang bisa didapatkan, saat Anda menyelesaikan proyek yang sudah berjalan, salah satunya Anda tak harus berpikir untuk melahirkan sebuah konsep. Itu pikiran pintas yang coba kutanam untuk menyenangkan hatiku yang menolak dan tak ingin menjalankan proyek orang lain.

Bukan mencoba untuk mempertahankan keidealisan ketika harus dihadapkan dengan masalah seperti ini. Namun, menurut pengalaman saat menjalankan proyek dengan client, lebih enak jika konsep yang dipakai adalah konsep yang dibuat sendiri. Alasannya ide awal biasanya akan mempengaruhi Anda dalam memutuskan kebijakan terhadap client, dan alasan berikutnya alur konsep akan lebih matang dan Anda akan lebih mampu meyakinkan client.

Tetapi, semuanya harus dijalani layaknya hal yang biasa. Konsep jadi menjadi patokan untuk bisa menghasilkan sebuah iklan yang diinginkan oleh client. Sejumlah meeting  harus dijalani untuk memantapkan konsep tersebut, namun sayangnya hatiku masih tak bisa merasakan sensasi kepuasaan di setiap hasil pertemuan, hingga proses panjang pembuatan iklan itu sampai pada tahap akhir yakni pengeditan.

***
JIKA Anda ingin mempertahankan konsep ini silahkan, tetapi kalau saya bolehkah ada konsep yang lain?”

Pertanyaan singkat itu masih terus saja terputar di kepalaku, layaknya kaset rusak yang terus terulang dibagian yang sama. Hal inilah yang saya takutkan ketika menerima penugasan proyek ini untuk pertama kalinya. Pertanyaan itu bermuara pada kata dilema dan terus mengusikku hingga hari ini, dimana langit tak menampakan wajah cerianya.

Hasil meeting terakhir sebenarnya berawal dari sebuah telepon seorang perempuan terhadap marketing yang mendapatkan proyek. Perempuan itu yang tak lain adalah manager promosi di perusahaan yang menjadi client dalam pembuatan iklan ini. Dia meminta agar membantunya untuk keluar dari masalah.

Awalnya bingung, masalah apa yang bisa kami bantu, mengingat kami beda manajemen. Namun, ketika Ia menyebutkan masalah iklan, pantaslah itu juga menjadi masalah yang mengaitkan pihak kami.

Wanita ini, memang beberapa kali saya jumpai ketika rapat terkait pemilihan konsep, setelah konsep diputuskan, maka saya dan tim mulai mengeksekusi pembuatan iklan, mulai dari menghubungi talent, makeup artist hingga survey lokasi pengambilan gambar. Beberapa minggu kami bergelut dengan pengambilan gambar, selain masalah cuaca yang tak menentu, lokasi kedua yang ingin digunakan untuk shooting belum didapatkan oleh pihak clinet. Sampailah pada akhir pengambilan gambar dan masuk dapur editing. Semuanya masih berjalan sesuai rencana hingga tahap ini. Lantas dimana awal mula masalah itu lahir?

Ternyata selama ini, rapat yang kami lakukan guna pemilihan konsep mungkin tidak didiskusikan dengan si pemilik kebijakan tertinggi. Alhasil, si bos itu murka dan menganggap bahwa Ia tidak pernah mengeluarkan keputusan untuk memilih konsep iklan seperti yang kami buat. Bayangkan saja, kami telah menghabiskan waktu sekitar 2 (dua) bulan hanya untuk membuat konsep itu menjadi sesuatu yang dapat ditonton, dan akhirnya dimentahkan oleh sebuah kondisi yang tak mengenakkan dalam manajemen mereka.

Itulah awalnya, pihak marketing kantor kami yang coba bertindak bijak namun berujung malapetaka pada proses pembuatan iklan. Namun, ketika saya sebagai penanggungjawab konsep memperjuangan terkait talent yang terlibat dan bagaimana pembayarannya, justru dianggap hal yang mudah dan kecil untuk diselesaikan.

Bukankah ketika konsep berubah, maka talent yang dilibatkan juga akan berubah. Ataukah saya yang berpikir terlalu keras dalam situasi ini? Hingga langit kelabu pun membuatku tambah gelisah.

****
TIM kerja yang baik itu, harus dilandasi dengan komunikasi yang baik. Itu prinsip kerja yang saya tanamkan semenjak dipercaya untuk menjalankan beberapa proyek. Jadi hal pahit ini pun harus kusampaikan dengan berat hati kepada semua pihak yang terlibat.

Saya hanya bagian dari sebuah tim kerja, dan tim kerja menjadi bagian dari kesepakatan yang terikat “rupiah” yang harus dikeluarkan oleh client. Namun, terkadang ada sejumlah pihak terlalu mempermudah suatu hal, dimana seharusnya hal tersebut harus diselesaikan dengan diskusi dan duduk bersama. Tetapi, biasanya mereka bertindak hanya di atas permukaan air, hingga riaknya baru akan terasa ketika ada orang yang turun dan membicarakannya dengan tim kerja. Mereka juga tidak ingin tahu seberapa besar riak yang dihasilkan atas keputusan mereka, itulah cerminan kerja sama dalam sebuah organisasi yang dipayungi oleh badan hukum.

Konsep harus kembali dibuat, mungkin ada hal positif yang didapatkan ketika Anda mendapatkan penolakan. Setidaknya saya sadar, kerja dalam sebuah tim tidak semudah yang dibayangkan oleh sebagian orang, komunikasi yang baik belum tentu menghasilkan sesuatu seperti yang Anda bayangkan. Tetapi, tanpa komunikasi yang baik, tim kerja tidak akan bekerja secara maksimal.

Jika Anda memutuskan untuk bekerja dengan orang lain, secara otomatis Anda telah siap untuk menjadi bagian tim kerja yang baik. Masalah jabatan itu hanya sebatas tanggung jawab lebih yang diberikan oleh orang tersebut, tetapi pada dasarnya semua tanggung jawab dan kerja yang harus dilakukan setiap anggota tim itu sama. Jadilah anggota tim kerja yang baik, memberikan masukan dan mengerjakan sebuah proyek hingga selesai. Kadang-kadang perasaan dan tidak enak hati hanya akan membuat Anda berpikir negatif dan menghentikan langkah Anda.

Saya juga masih terus mencoba dan belajar menjadi anggota tim kerja yang baik, entah itu di kantor maupun di komunitas tempatku bernaung dan bertemu orang-orang muda yang hebat, dimana mereka telah siap mengambil bagian dari sebuah perubahan. Perubahaan atas dirinya, cara komunikasinya dan perubahan atas kerja kerasnya terhadap ibu-ibu dan anak-anak yang masuk dalam program kerja tahunannya.












1 komentar:

  1. "Konsep jadi menjadi patokan untuk bisa menghasilkan sebuah iklan..."
    Kata "jadi" di atas itu memang begitu adanya atau typo Kak?

    "...pihak clinet."
    sepertinya yang dimaksud client yah, hehehehe...

    Saya juga sedang belajar menjadi tim kerja yang baik. Ayo, sama-sama belajar. :)

    BalasHapus