Sabtu, 07 September 2013

ABAC WRITING COMPETITION Momentum Internasional Menjadikan Indonesia Lebih “Maju” Bukan “Mundur”


ABAC WRITING COMPETITION
Momentum Internasional Menjadikan Indonesia
Lebih “Maju” Bukan “Mundur”

     Mata dunia saat ini, sedang menatap tajam ke salah satu Negara yang berada di Kawasan Asia Tenggara, apalagi kalau bukan Indonesia. Pertumbuhan di bidang ekonomi membawa Indonesia bisa melangkah dengan mantap ke kancah dunia. Meski beberapa tahun terakhir, keadaan politik tidak begitu bersahabat di dalam negeri. Namun, keadaan itu tidak membuat laju pertumbuhan ekonomi menjadi melambat di Negeri yang kaya akan rempah-rempah ini.
     Pasalnya, di tengah perekonomian dunia yang sedang mengalami guncangan, Indonesia yang juga merupakan salah satu anggota ekonomi Asia Pasific Economic coorperation atau disingkat APEC, berhasil menempati posisi ke 16 di dunia dengan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6,5%.
     Berbagai acara atau event-event internasional tidak lagi segan di gelar di Indonesia. Sebenarnya, jika semua acara yang mengundang banyak tamu dari luar negeri ini bisa dimanfaatkan dengan baik, tentunya akan mendongrak perekonomian kerakyatan. Tetapi, pertanyaan yang sering kali mengiringi kemajuan yang terjadi di Indonesia saat ini, yakni Apakah Pemerintah dan Masyarakat yang menjadi tuan rumah siap menjamu setiap tamu yang datang berkunjung ke Indonesia? Dan, apakah semboyan Bhineka Tunggal Ika masih menjadi landasan warga Indonesia dalam penguatan persatuan dan kesatuan di kehidupan berbangsanya?
     Saat ini yang sedang hangat diberitakan adalah pro dan kontra ajang Miss World 2013 yang digelar di Pulau Dewata, Bali. Beragam pendapat mewarnai ajang yang membuat mata dunia akhirnya bisa mengenal Indonesia lebih dekat. Protes yang berbau pengecaman yang menilai bahwa ajang ini hanya sebagai lahan kemaksiatan dan eksploitasi tubuh wanita, masih terus terjadi. Padahal, sedikitnya 120 wanita perwakilan setiap negera sudah berada di Kota Bali.
     Pertanyaan yang cukup menggelitik kemudian muncul kepermukaan. Bukankah ajang ini, sudah dikabarkan jauh-jauh hari melalui media pemberitaan, Lantas kenapa pengecaman baru dilaksanakan saat semua tamu sudah berdatangan ke negeri ini. Kemana kesantunan orang timur yang selalu diagung-agungkan saat keadaan negeri ini tidak dilirik oleh dunia.
     Padahal, jika Indonesia dapat melihat dan menjadikan setiap ajang internasional yang digelar di negeri ini, sebagai sebuah peluang yang dapat memajukan perekonomian bangsa, terutama ekonomi kerakyatannya, bisa dipastikan kesejahteraan yang selama ini diidam-idamkan oleh bangsa ini, bukan lagi hanya sekedar mimpi atau janji para calon pemimpin yang ingin maju ke pemilihan kepala daerah atau kepala Negara.
     Tahun ini saja, Indonesia dipercaya menjadi tuan rumah pada KTT APEC yang juga akan digelar di Bali, tepatnya pada tanggal 1 hingga 8 Oktober mendatang. Tamu yang datang bisa dipastikan akan jauh lebih banyak, jika dibandingkan dengan ajang Miss World. Kepala Negara sampai pelaku usaha yang berperan dalam pergerakan roda ekonomi dunia juga akan hadir di event ini.
     Tapi, apakah warga negeri ini akan sepaham dan sepakat tentang menjadikan moment ini menjadi sebuah motor penggerak yang akan membuat Indonesia ikut berjalan sejajar dengan Negara-negara berkembang lainnya?
     Jika menelaah dan mencoba meluruskan benang kusut yang terjadi di Indonesia, terkait penolakan yang kerap kali mewarnai ajang-ajang yang berbau internasional. Kemungkinan besar Indonesia masih menyimpan rasa ketakutan akan dijajah lagi oleh bangsa lain yang tertarik dengan negeri ini. Padahal, aksi protes yang kerap kali diiringi dengan pengerusakan fasilitas publik, tanpa pernah disadari adalah wujud nyata dari penjajah sesungguhnya.
     Indonesia tidak lagi bisa hanya menjadi bagian dari pergerakan ekonomi dunia yang selalu ditempatkan sebagai pasar untuk menjual produk hasil Negara lain saja. Indonesia sudah harus berhenti menutup mata, bahwa apa yang dilakukan itu hanya membuat keadaan semakin memburuk, ini terbukti dengan semakin melemahnya nilai rupiah di pasar modal. Situasi ini, membuat puluhan bahkan ribuan pekerja harus menghentikan kepulan asap di dapur mereka.
     Dikala dunia tidak lagi mempersoalkan tentang hal-hal kecil, Negara ini masih saja berkutat dengan persoalan yang itu-itu saja. Kasus korupsi selalu saja menjadi pemberitaan paling hangat, apalagi jika masalah itu ditunggangi oleh orang yang penting di negeri ini. Padahal, rakyat Indonesia sudah tidak punya waktu lagi untuk menunggu kesejahteraan yang seharusnya diberikan oleh Negara yang menaungi mereka.
     Jangan sampai seluruh kekayaan negeri ini, hanya menjadikan rakyatnya semakin miskin. Ini lantaran, para pemegang kekuasaan di Indonesia belum mampu menciptakan kondisi sejahtera yang merata hingga ke pelosok terdalam sekalipun.
    Diharapkan, dengan adanya momentum APEC CEO Summit 2013 bisa dijadikan sebagai cambuk untuk membawa perubahan besar terhadap negeri ini. Apalagi, sejak tahun 1995 silam sebuah organisasi yang menaungi grup bisnis tingkat tinggi atau lebih dikenal dengan sebutan APEC Business Advisory Council yang disingkat dengan ABAC, memudahkan untuk mengidentifikasi masalah dan memberikan rekomentasi prioritas dalam sektor bisnis dalam mencapai sebuah kebijakan yang lebih efektif, untuk membangun hubungan ekonomi yang lebih baik di Kawasan Asia Pasifik.
     Keberadaan organisasi ini, juga diharapkan mampu lebih memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk ikut berpartisipasi di dalamnya. Apalagi, jika melihat fakta dilapangan bahwa para pelaku bisnis saat ini, banyak dilakukan oleh generasi muda. Namun, disayangkan masih lemahnya regulasi yang mengatur tentang pebisnis muda, agar aman dalam menjalankan bisnis secara legal. Ini lantaran, banyaknya bisnis ilegal yang marak dipasaran akibat tidak adanya aturan yang membatasi berkembangan dunia bisnis ilegal di Negara ini.
     Dipercayanya Indonesia sebagai tuan rumah dalam KTT APEC kali ini, bisa dimanfaatkan oleh seluruh warga Negara dalam memperkenalkan dan memperlihatkan semua potensi yang dimiliki dengan jalan menjadi tuan rumah yang baik. Sehingga, dengan terciptanya kondisi yang aman, bisa menjadi awal untuk menumbuhkan kepercayaan di mata dunia untuk melakukan kerjasama baik regional maupun bilateral di masa yang akan datang.
     Sudah waktunya masyarakat negeri ini, lebih terbuka dan lebih siap terhadap perubahan dunia. Bukankah menghargai keberagaman adat istiadat sudah mendarah daging pada diri rakyat Indonesia? Jika, hal ini dijadikan sebagai landasan dalam menerima setiap perubahan yang masuk dan diperkenalkan oleh dunia pada Indonesia, seharusnya penolakan demi penolakan yang hanya akan merugikan negeri ini tidak lagi harus terjadi. Perlu digaris bawahi kembali bahwa Negara ini berdasarkan asas Bhineka Tunggal Ika, dimana seharusnya bangsa ini bisa menghormati segala perbedaan yang ada. Bukan malah dijadikan alasan untuk menolak setiap perubahan yang terjadi.
     Kemana hilangnya ruh kebersamaan yang diwariskan oleh nenek moyang Indonesia? Mereka saja hanya dengan memegang teguh asas Negara mampu menjadikan Indonesia dikenal di mata dunia tepatnya pada abad ke 16 silam. Ayo, kembalikan semangat Bhineka Tunggal Ika dalam setiap kegiatan berbangsa, sehingga mampu menciptakan Negara yang siap menjadikan setiap momentum yang datang menjadi sebuah peluang untuk memajukan bangsa dan Negara.  

5 komentar:

  1. Entah lah.. Mana Yang Benar Mana Yang Salah...
    Masing2 Punya Pendapat dan Argumen.. Saya Pribadi Termasuk yang tidak Mendukung diadakan acara ini...

    BalasHapus
  2. Kalo aku, gaatau ahaha. setuju" aja kayanya. Kalo mau maju emg harus terbuka tp jangan sampai kehilangan jati diri. Itu aja

    BalasHapus
  3. Indonesia Local genius yang sudah diakui oleh dunia. Oleh karena itu, masyarakat indonesia sudah tepat melakukan penyaringan segala macam pengaruh asing. Jikalau memang manfaatnya lebih besar daripada mudaharatnya, maka masyarakt Indonesia tentu tidak akan menolak penyelenggaraan Miss a aword. Dan saya lebih bangga dengan Indonesia, ketimbang Amerika yang katanya sudah maju. Karena kemajuan mereka justru menciptakan individualisme, free sex, dan masalah-masalah sosial lainnya.
    Namun Indonesia yang maju perlahan, dengan kecerdasan menyaring pengaruh asing, tetap mempertahankan budaya lokal, yaitu gotong royong, acara-acara adat, kekeuargaan, dsb.
    Kita adalah salah satu bangsa yang mampu mempertahankan budaya ketimuran kita, dengan tidak menerima mentah2 budaya barat, termasuk Miss award.

    BalasHapus
  4. Waaahhh...Terima Kasih buat semua tanggapannya. Saya sangat setuju semua tanggapan Mas Gusti,Mas Ukhuwah, dan Mba Fitria. Inilah namanya keberagaman pandangan dan pendapat yang bisa tetap dipersatukan oleh satu hal, bahwa kita Peduli dengan apa yang terjadi di Indonesia. Tetapi, kita juga harus setuju satu hal..bahwa Indonesia adalah bagian dari dunia. Indonesia tidak bisa berdiri sendiri dengan semua hal yang masih terbatas. memang benar bahwa menyaring semua hal yang bertentangan dengan budaya barat patut untuk kita lakukan, saya sepakat dan sepaham masalah itu, dan saya rasa itu harus dilakukan.

    BalasHapus
  5. Selama puluhan tahun, bangsa ini mampu hidup damai dan tenteram dengan segala perbedaan yang ada. Ya, meski tidak dipungkiri masih kerap terjadi pro dan kontra di tengah masyarakat. Tetapi, perbedaan pandangan itu merupakan salah satu wujud dari Bhineka Tunggal Ika. Jadi, tidak ada salahnya jika Indonesia membuka diri terhadap berbagai budaya-budaya di Dunia. Tentu yang dimaksud adalah budaya2 positif, dan tentunya mendatangkan banyak manfaat bagi bangsa ini.Salah satunya ajang Miss World 2013 di Nusa Dua, Bali, yang sebijaknya bisa kita lihat dari sisi manfaat yang didatangkan. Keep positive thinking :)

    BalasHapus