ABAC WRITING
COMPETITION
Momentum
Internasional Menjadikan Indonesia
Lebih “Maju”
Bukan “Mundur”
Mata dunia saat ini, sedang menatap tajam
ke salah satu Negara yang berada di Kawasan Asia Tenggara, apalagi kalau bukan
Indonesia. Pertumbuhan di bidang ekonomi membawa Indonesia bisa melangkah
dengan mantap ke kancah dunia. Meski beberapa tahun terakhir, keadaan politik
tidak begitu bersahabat di dalam negeri. Namun, keadaan itu tidak membuat laju
pertumbuhan ekonomi menjadi melambat di Negeri yang kaya akan rempah-rempah
ini.
Pasalnya, di tengah perekonomian dunia
yang sedang mengalami guncangan, Indonesia yang juga merupakan salah satu
anggota ekonomi Asia Pasific Economic coorperation atau disingkat APEC,
berhasil menempati posisi ke 16 di dunia dengan pertumbuhan ekonomi yang
mencapai 6,5%.
Berbagai acara atau event-event internasional tidak lagi segan di gelar di Indonesia. Sebenarnya,
jika semua acara yang mengundang banyak tamu dari luar negeri ini bisa
dimanfaatkan dengan baik, tentunya akan mendongrak perekonomian kerakyatan. Tetapi,
pertanyaan yang sering kali mengiringi kemajuan yang terjadi di Indonesia saat
ini, yakni Apakah Pemerintah dan Masyarakat yang menjadi tuan rumah siap
menjamu setiap tamu yang datang berkunjung ke Indonesia? Dan, apakah semboyan
Bhineka Tunggal Ika masih menjadi landasan warga Indonesia dalam penguatan
persatuan dan kesatuan di kehidupan berbangsanya?
Saat ini yang sedang hangat diberitakan
adalah pro dan kontra ajang Miss World
2013 yang digelar di Pulau Dewata, Bali. Beragam pendapat mewarnai ajang
yang membuat mata dunia akhirnya bisa mengenal Indonesia lebih dekat. Protes yang
berbau pengecaman yang menilai bahwa ajang ini hanya sebagai lahan kemaksiatan
dan eksploitasi tubuh wanita, masih terus terjadi. Padahal, sedikitnya 120
wanita perwakilan setiap negera sudah berada di Kota Bali.
Pertanyaan yang cukup menggelitik kemudian
muncul kepermukaan. Bukankah ajang ini, sudah dikabarkan jauh-jauh hari melalui
media pemberitaan, Lantas kenapa pengecaman baru dilaksanakan saat semua tamu
sudah berdatangan ke negeri ini. Kemana kesantunan orang timur yang selalu
diagung-agungkan saat keadaan negeri ini tidak dilirik oleh dunia.
Padahal, jika Indonesia dapat melihat dan
menjadikan setiap ajang internasional yang digelar di negeri ini, sebagai
sebuah peluang yang dapat memajukan perekonomian bangsa, terutama ekonomi
kerakyatannya, bisa dipastikan kesejahteraan yang selama ini diidam-idamkan
oleh bangsa ini, bukan lagi hanya sekedar mimpi atau janji para calon pemimpin
yang ingin maju ke pemilihan kepala daerah atau kepala Negara.
Tahun ini saja, Indonesia dipercaya
menjadi tuan rumah pada KTT APEC yang juga akan digelar di Bali, tepatnya pada
tanggal 1 hingga 8 Oktober mendatang. Tamu yang datang bisa dipastikan akan
jauh lebih banyak, jika dibandingkan dengan ajang Miss World. Kepala Negara sampai pelaku usaha yang berperan dalam
pergerakan roda ekonomi dunia juga akan hadir di event ini.
Tapi, apakah warga negeri ini akan sepaham
dan sepakat tentang menjadikan moment ini menjadi sebuah motor penggerak yang
akan membuat Indonesia ikut berjalan sejajar dengan Negara-negara berkembang
lainnya?
Jika menelaah dan mencoba meluruskan benang
kusut yang terjadi di Indonesia, terkait penolakan yang kerap kali mewarnai
ajang-ajang yang berbau internasional. Kemungkinan besar Indonesia masih
menyimpan rasa ketakutan akan dijajah lagi oleh bangsa lain yang tertarik
dengan negeri ini. Padahal, aksi protes yang kerap kali diiringi dengan
pengerusakan fasilitas publik, tanpa pernah disadari adalah wujud nyata dari
penjajah sesungguhnya.
Indonesia tidak lagi bisa hanya menjadi
bagian dari pergerakan ekonomi dunia yang selalu ditempatkan sebagai pasar untuk
menjual produk hasil Negara lain saja. Indonesia sudah harus berhenti menutup
mata, bahwa apa yang dilakukan itu hanya membuat keadaan semakin memburuk, ini
terbukti dengan semakin melemahnya nilai rupiah di pasar modal. Situasi ini,
membuat puluhan bahkan ribuan pekerja harus menghentikan kepulan asap di dapur
mereka.
Dikala dunia tidak lagi mempersoalkan
tentang hal-hal kecil, Negara ini masih saja berkutat dengan persoalan yang
itu-itu saja. Kasus korupsi selalu saja menjadi pemberitaan paling hangat,
apalagi jika masalah itu ditunggangi oleh orang yang penting di negeri ini. Padahal,
rakyat Indonesia sudah tidak punya waktu lagi untuk menunggu kesejahteraan yang
seharusnya diberikan oleh Negara yang menaungi mereka.
Jangan sampai seluruh kekayaan negeri ini,
hanya menjadikan rakyatnya semakin miskin. Ini lantaran, para pemegang
kekuasaan di Indonesia belum mampu menciptakan kondisi sejahtera yang merata
hingga ke pelosok terdalam sekalipun.
Diharapkan, dengan adanya momentum APEC CEO Summit 2013 bisa dijadikan
sebagai cambuk untuk membawa perubahan besar terhadap negeri ini. Apalagi,
sejak tahun 1995 silam sebuah organisasi yang menaungi grup bisnis tingkat
tinggi atau lebih dikenal dengan sebutan APEC
Business Advisory Council yang disingkat dengan ABAC, memudahkan untuk mengidentifikasi masalah dan memberikan
rekomentasi prioritas dalam sektor bisnis dalam mencapai sebuah kebijakan yang
lebih efektif, untuk membangun hubungan ekonomi yang lebih baik di Kawasan Asia
Pasifik.
Keberadaan organisasi ini, juga diharapkan
mampu lebih memberikan kesempatan bagi generasi muda untuk ikut berpartisipasi
di dalamnya. Apalagi, jika melihat fakta dilapangan bahwa para pelaku bisnis saat
ini, banyak dilakukan oleh generasi muda. Namun, disayangkan masih lemahnya
regulasi yang mengatur tentang pebisnis muda, agar aman dalam menjalankan
bisnis secara legal. Ini lantaran, banyaknya bisnis ilegal yang marak dipasaran
akibat tidak adanya aturan yang membatasi berkembangan dunia bisnis ilegal di Negara
ini.
Dipercayanya Indonesia sebagai tuan rumah
dalam KTT APEC kali ini, bisa dimanfaatkan oleh seluruh warga Negara dalam memperkenalkan
dan memperlihatkan semua potensi yang dimiliki dengan jalan menjadi tuan rumah
yang baik. Sehingga, dengan terciptanya kondisi yang aman, bisa menjadi awal
untuk menumbuhkan kepercayaan di mata dunia untuk melakukan kerjasama baik
regional maupun bilateral di masa yang akan datang.
Sudah waktunya masyarakat negeri ini,
lebih terbuka dan lebih siap terhadap perubahan dunia. Bukankah menghargai
keberagaman adat istiadat sudah mendarah daging pada diri rakyat Indonesia? Jika,
hal ini dijadikan sebagai landasan dalam menerima setiap perubahan yang masuk
dan diperkenalkan oleh dunia pada Indonesia, seharusnya penolakan demi
penolakan yang hanya akan merugikan negeri ini tidak lagi harus terjadi. Perlu digaris
bawahi kembali bahwa Negara ini berdasarkan asas Bhineka Tunggal Ika, dimana
seharusnya bangsa ini bisa menghormati segala perbedaan yang ada. Bukan malah
dijadikan alasan untuk menolak setiap perubahan yang terjadi.
Kemana hilangnya ruh kebersamaan yang
diwariskan oleh nenek moyang Indonesia? Mereka saja hanya dengan memegang teguh
asas Negara mampu menjadikan Indonesia dikenal di mata dunia tepatnya pada abad
ke 16 silam. Ayo, kembalikan semangat Bhineka Tunggal Ika dalam setiap kegiatan
berbangsa, sehingga mampu menciptakan Negara yang siap menjadikan setiap
momentum yang datang menjadi sebuah peluang untuk memajukan bangsa dan Negara.